PortalRenungan
Tentu kita ingat dengan lahirnya kekasih ALLAH SWT, Muhammad Rasulullah SAW yang lahir pada tanggal 12 Rabiul awal 14 abad silam. Rasulullah SAW merupakan sosok manusia dengan pribadi yang sangat agung, yang setiap gerak dan sikapnya penuh kebaikan dan kasih sayang. Rasulullah SAW adalah manusia yang secara fisik memiliki kesamaan sifat kemanusiaan seperti manusia lainnya, sama juga seperti manusia yang hidup pada saat ini. Memerlukan udara untuk bernafas, memerlukan makanan dan minuman untuk melangsungkan hidup, juga memiliki syahwat dan kecenderungan terhadap lawan jenis. Yang membedakan Rasulullah SAW dengan manusia lainnya adalah keagungan budi pekerti, keindahan ahlak, serta kelebihan yang ALLAH SWT berikan sehubungan dengan tugasnya sebagai Nabi dan Rasul-Nya.
Sifat dan akhlak Rasulullah SAW begitu sempurna dan memenuhi semua yang dibutuhkan oleh semua manusia, karena semua berasal dari ALLAH SWT yang menciptakan manusia. Ibaratnya seorang insinyur yang menciptakan robot, dia sangat tahu apa yang dibutuhkan oleh benda ciptaannya. Disaat ALLAH SWT memerintahkan manusia untuk menyayangi dan mengasihi orang lain, hal itu karena memang sudah fitrahnya setiap manusia ataupun makhluk lainnya ingin dikasihi dan disayangi. Orang jahat sekalipun, dia ingin dikasihi orang lain. Oleh karena itu, ALLAHSWT mengutus Rasulullah SAW dengan sifatnya yang sangat pemurah, penyayang dan paling lemah lembut terhadap orang lain.
Sebagai bentuk refleksi kecintaan kita kepada beliau, saya kutifkan kisah Rasulullah SAW di saat-saat terakhir dengan para sahabatnya. "Pagi itu Rasululloh dengan suara terbata-bata berkutbah, "Wahai umat ku, kita semua dalam kekuasaan Allah dan cinta kasihNya, maka taat dan bertaqwala kepadaNya. Ku wariskan dua perkara kepada kalian, Al Qur'an dan Sunnahku. Siapa yang mencintai Sunnahku, berarti mencintaiku dan kelak orang-orang yang mencintaiku akan masuk surga bersama-sama aku".
Kutbah singkat itu di akhiri dengan pandangan mata rasululloh yang tenang dan penuh minat menatap satu persatu sahabatnya. Abu bakar menatap mata itu dengan berkaca-kaca. Umar menahan nafas dan tangisnya. Usman menghela nafas panjang. Ali menundukkan kepala. Isyarat telah datang, saatnya telah tiba, "Rasululloh akan meninggalkan kita semua" keluh hati sahabat. Manusia tercinta itu, hampi selesai tunaikan tugasnya. Tanda-tanda itu makin kuat. Ali dengan cekatan memeluk rasululloh yang lemah dan goyah ketika turun dari mimbar.
Saat itu matahari kian tinggi, tapi pintu rumah rasululloh masih tertutup. Di dalamnya rasul terbaring lemah dengan kening berkeringat membasahi pelepah kurma alas tidurnya. Tiba-tiba dari luar pintu terdengar salam, "bolehkah saya masuk?' tanyanya.
Fatimah tidak mengijinkan masuk. "Maafkan ayahku sedang demam." Ia kembali menemani ayahnya yang ternyata sudah membuka mata dan bertanya, "siapakah itu wahai anakku" "Tak taulah ayahku, sepertinya baru kali ini aku melihatnya" tutur Fatimah lembut.
Rasul menatap putrinya dengan pandangan yang mengetarkan. Seolah-olah bagian demi bagian wajah putrinya hendak di kenangnya.
"Ketahuilah. Dialah yang menghapuskan kenikmatan sementara. Dialah yang memisahkan pertemuan di dunia. Dialah malaikul maut" kata rasululloh. Fatimahpun menahan ledakan tangisnya.
Ketika malaikat maut datang mendekat, rasul menanyakan kenapa jibril tidak menyertainya. Kemudian di panggilah jibril yang sudah bersiap di atas langit dunia menyambut ruh kekasih ALLAH ini.
"Jibril, jelaskan apa hakku nanti di hadapan ALLAH" tanya rasul dengan suara yang teramat lemah.
"Pintu-pintu langit telah terbuka, para malaikat telah menanti ruhmu. Semua surga terbuka lebar menanti kedatanganmu," kata Jibril. Ternyata itu tidak membuat rasul lega. Matanya masih penuh gambaran kecemasan.
"Engkau tidak senang mendengar kabar ini?" tanya jibril.
"Kabarkan kepadaku bagaimana nasib umatku kelak?"
"Jangan khawatir ya rasul ALLAH, aku pernah mendengar ALLAH berfirman kepada ku, Ku haramkan surga bagi siapa saja, kecuali umat muhammad telah berada di dalamnya" kata jibril.
Detik-detik semakin dekat. Saatnya Izrail melakukan tugasnya. Perlahan ruh rasululloh di tarik. Nampak sekujur tubuh rasul bersimbah peluh, urat-urat lehernya menegang. "Jibril, betapa sakit sakaratul maut ini" rasululloh mengaduh lirih. Fatimah terpejam. Ali yang berada di sampingnya menunduk semakin dalam. Jibril memalingkan muka.
"Jijikkah kau melihatku, hingga kau palingkan wajahmu Jibril?" tanya rasululloh pada malaikat pengantar wahyu itu.
"Siapa yang sanggup melihat kekasih ALLAH di renggut ajal," kata Jibril. Kemudian terdengar rasul memekik karena sakit yang tak tertahankan. "Ya Allah, dasyat nian maut ini, timpahkan saja semua siksa maut ini kepadaku, jangan pada umatku".
Badan rasul mulai dingin, kaki dan dadanya sudah tak bergerak lagi. Bibirnya bergetar seakan hendak membisikkan sesuatu. Ali segera mendekatkan telinganya, " Uushikum bis shalati, wa maa malakat aymanukum. Peliharalah sholat dan peliharalah orang-orang lemah diantara kamu".
Di luar pintu tangispun mulai terdengar bersahutan. Sahabat saling berpelukan. Fatimah menutupkan tangan di wajahnya. Dan Ali kembali mendekatkan telinga di bibir rasul yang mulai kebiruan, " Ummatii..., ummatii...., ummatii...,"
Berakhirlah hidup manusia mulia yang memberi sinaran itu.
No comments:
Post a Comment