PortalRenungan.
Berpikir itu adalah perjalanan hati di dalam semua lapangan kehidupan makhluk. Berpikir itu pelita yang hidup di dalam hati manusia. Ia merupakan jalannya perasaan yang dikirim melalui otak manusia untuk dilaksanakan oleh anggota badan dan panca indra. Hamba Allah yang suka berpikir, akan menghidupkan rohaninya, menyegarkan otaknya, dan menyegarkan pelaksanaan ibadahnya.
Sebab itulah, Islam menganjurkan mempergunakan akal pikiran untuk menganalisa, meneliti semua makhluk dan alam benda ciptaan Allah ini, agar iman dan keyakinan makin hidup dan makin tinggi mutunya. Ia melihat semua ciptaan Allah Ta’ala yang ditangkap oleh penglihatan, dipikir di dalam alam pikirannya, dirasakan pertimbangannya dalam hati, sebagai anugerah Tuhan yang perlu dimanfaatkan sebagai ibadah.
Semua yang ada di alam raya ini adalah tanda-tanda kekuasaan Allah bagi orang yang berpikir, seperti firman Allah dalam surat Ali Imron ayat 189: “Sesungguhnya pada terciptanya langit dan bumi, dan pergantian malam dan siang adalah sebagai tanda bagi orang yang mempergunakan akal dan pikirannya. Itulah orang orang yang selalu zikir kepada Allah di waktu berdiri, duduk dan di waktu berbaring, serta mereka memikirkan tentang terciptanya langit dan bumi.
Rosulullah bersabda: “Berpikirlah tentang makhluk Allah, jangan memikirkan Penciptanya. Sebab untuk itu kamu tidak akan mampu untuk memperhitungkannya. Menghidupkan pikiran untuk memikirkan, menganalisa bahkan meneliti untuk mendapat keyakinan yang kokoh diwajibkan dalam melaksanakan amal ibadah dan mengembangkan ilmu pengetahuan. Selama manusia masih mampu berpikir, selama itu pula ia berkewajiban memikirkan semua ciptaan Allah dan mengambil manfaatnya bagi kehidupan manusia”.
Syekh Ahmad Ataillah mengingatkan lagi: “Berpikir itu pelita hati. Apabila padam, maka sirnalah cahaya terang dari dalam hati itu”.
Memikirkan ciptaan untuk menghidupkan rasa beragama dan berke-Tuhan-an dalam hati dan jiwa manusia, timbul dari perasaan iman. Memikirkan alam sekitar dengan makhluk berada di dalamnya yang dapat menimbulkan ilmu pengetahuan yang dapat dikembangkan bagi kesejahteraan lahir dan batin manusia, adalah pikiran dari jiwa para ahli pikir yang mempergunakan penghayatan dan pengamatan. Syekh Ahmad Ataillah berkata: “Berpikir itu ada dua macam. Yang timbul dari iman dan pikiran, yang timbul dari hasil I’tibar. Yang kedua, adalah dari hasil persaksian yang dihayati dan penglihatan yang diamati.
Dalam surat yang di kirim Syekh Ataillah kepada beberapa orang sahabatnya, ia menulis: “Amma Ba’du, sesungguhnya permulaan itu sebagai cermin penghabisan. Siapa yang permulaannya bersandar kepada Allah, maka penghabisannya akan sampai kepada-Nya.
Perjalanan manusia itu dimulai dari permulaan. Apabila permulaannya baik dan sesuai dengan syari’at Allah dan sunah Rosul, maka akhir perjalanan akan baik dan selamat. Sebaliknya, apabila memulai suatu amal ibadah jelek, maka akhirnya akan jelek dan celaka. Karena amal ibadah itu dipersembahkan kepada Allah, pemelihara semesta alam. Ia harus dimulai dengan niat yang baik dan benar. Tujuan melaksanakan suatu amal ibadah, tidak lain untuk mencari rido Allah Swt semata. Oleh karena itu, memulai semua amal ibadah agar memperoleh rido Allah itu adalah niat ikhlas. Dengan keikhlasan itulah akan tercapai apa yang dikehendaki dalam ibadah, dan yang harus dikerjakan ialah amal ibadah.
Syekh Ataillah menjelaskan: “Dan yang harus dikerjakan amal ibadah yang engkau sukai. Bersegeralah melakukannya untuk taqorrub kepada Allah Swt. Hendaklah ditinggalkan hawa nafsu dan urusan dunia yang tidak kekal yang selalu menggoda manusia.
Tujuan lain dari ibadah yang benar adalah untuk mempersenjatai manusia agar tidak mudah terpengaruh oleh hawa nafsu. Sebab, dengan mendekati Allah (taqorrub ilallah), akan semakin kokoh iman seorang hamba, dan semakin kuat pula benteng yang mempertahankan imannya. Dengan demikian ia tidak terlampau terpengaruh dengan hiasan dunia. Ibadah yang tulus akan memberi pengetahuan bagi manusia tentang sesuatu yang belum diketahui oleh manusia.
Keyakinan bahwa ibadah dan bermacam-macam amal yang dilakukan oleh para hamba Allah, hendaklah menjadi pendorong iman, dan memperkuat diri (istiqomah) dalam ibadah. Ibadah hendaklah dijalankan dengan sungguh-sungguh, jangan setengah setengah. Beribadalah karena Allah, dan serahkan segala galanya kepada Allah.
Narasumber : Mutumanikam dari kitab “Al-Hikam”
No comments:
Post a Comment