PortalRenungan
Kita tidak boleh terlalu senang berlebihan saat dikaruniai kenikmatan. Hal ini agar kita menjaga yang lain untuk tetap bersyukur. Karena, tidak semestinya kita menjadi perantara orang untuk kufur nikmat. Yang hamil, menjaga perasaan orang yang belum hamil. Yang sudah menikah, menjaga perasaan orang yang belum menikah. Yang kaya, menjaga perasaan orang yang miskin. Yang sempurna fisiknya, menjaga perasaan orang yang memiliki kekurangan fisik. Indahnya.
Kita menjaga diri bukan lantaran orang-orang disekitar kita iri.
Kita menjaga diri bukan berarti kita tidak berhak mengekspresikan rasa senang dan syukur kita.
Kita menjaga diri karena kita ingin sama-sama bersyukur dengan mereka yang belum mendapati nikmat yang sudah kita dapati.
Karena menjadi perantara syukur bagi orang lain adalah kenikmatan dan kebahagiaan yang sesungguhnya.
Agama bukan hanya soal ibadah shalat, zakat dan puasa tapi lebih soal tingkah laku, soal membawa diri, soal menjadi muslim-muslimah yang rendah hati, karena Islam itu sederhana dalam pembawaan tapi berat dalam ilmu, seharusnya sebagai seorang muslim muslimah yang baik kita wajib menjaga perasaan orang lain. Ini bukan soal saya tidak punya dan kamu punya, ini soal menjadikan diri kita jembatan untuk bersyukur, bukan menggunakan semua yang ALLAH berikan kemudian memakai pakaian kesombongan, atau kita yang mengatas namakan umat Nabi Muhammad ini tidak lagi bisa membedakan mana syukur dan mana sombong, nauzubillahimindzalik!
.
Sudah selayaknya, dalam berbahagia pun kita mesti bersabar, bersabar untuk tidak mengumbar untuk tidak melulu kebahagiaan itu disebut-sebut dalam berbagai kesempatan, sebab langit disini belum tentu serupa dengan langit disana. Semua yang kita miliki belum tentu membuat orang bangga juga memilikinya, lalu apa yang bisa kita banggakan! Mari belajar bersabar ketika memiliki segalanya, sebab sabar bukan hanya saat tidak memiliki apa-apa.
No comments:
Post a Comment