Saturday, 13 June 2015

Problema Umat Islam Dan Pemecahannya

PortalRenungan.
Seiring perputaran roda zaman, keterkikisan aqidah melanda dunia Islam. Ditinggalkannya Al Qur’an, menjadikan umat ini seolah kembali dalam kejahiliyahan. Seluruh sendi kehidupan bertumpu pada aturan yang didasari rasio. Dunia dipenuhi dengan semangat penguasaan (penindasan), pelecehan hak-hak kemanusian, eksplorasi sumber daya alam yang tak terkendali dan sederet kekejian yang jelas menggambarkan kehidupan yang kerontang dengan nilai-nilai robbaniah.
Adsense Indonesia

Secara garis besar persoalan-persoalan yang dihadapi umat islam adalah sebagai berikut:

1. Banyak umat Islam yang tidak tahu tentang Islam.
Persepsi dangkal serta kurang pahamnya masyarakat tentang muatan ajaran Islam biasanya tercermin dengan menempatkan persolan dunia dan akhirat pada wilayah yang sama sekali tak bersinggungan. Shalat misalnya, masih dipandang sebagai persolan akhirat saja. Padahal dalam berjamaahnya terkandung hikmah persatuan dan ukhuwah.

2. Umat Islam belum mempunyai pemimpin yang bisa ditaati oleh semua umat Islam.
Dalam kehidupannya umat Islam belum bisa menunjukkan sikapnya sebagai seorang muslim sejati. Dalam hal mematuhi seorang pemimpin misalnya, mereka lebih mengunggulkan sifat penentangnya dari pada mematuhi perintah seorang pemimpin, hanya karena pemimpin tersebut tidak sesuai dengan aliran mereka.

Pemimpin adalah orang yang mempunyai wewenang dan hak untuk mempengaruhi orang lain, sehingga orang lain tersebut bertingkah laku sebagaimana yang dikehendaki oleh pemimpin tersebut melalui kepemimpinannya.

Agar seorang pemimpin dapat diterima oleh umat, maka ia harus mempunyai sifat kepeloporan yang bisa mengantar umatnya dan bisa mencarikan jalan terobosan untuk mempercepat langkah-langkah transformasi kualitatif umat tersebut.

3. Umat Islam belum mempunyai program yang bisa diterima oleh umat Islam.
Antara lain dalam menentukan awal Ramadhan dan Idul Fitri. Ada ulama yang menentukan awal Ramadhan dan Idul Fitri dengan ru’yah dan ada lagi yang menentukannya berdasarkan hisab. Dan sebenarnya hal ini tidak perlu diperdebatkan, karena bukan hal pokok.

4. Belum punya dana yang memadai.
Misalnya umat Islam belum bisa memanfaatkan Zakat secara maksimal. Padahal bila dimanfaatkan dengan sebaik-baiknya zakat ini sangat berguna bagi kesejahteraan umat. Seharusnya kita malu melihat saudara-saudara kita naik turun mobil untuk meminta sumbangan untuk pembangunan Masjid. Apa begitu miskinnya umat Islam sekarang ini, sehingga mereka tidak memperdulikan lagi sudara-saudaranya yang membutuhkan.

5. Umat Islam mudah berselisih.
Dalam bukunya Fiqh Perbedaan Pendapat Antar Gerakan Islam, Dr. Yusuf Al Qardhawi mengatakan: “Saya tidak resah kalau Kebangkitan Islam masa kini menghadapi musuh dari luar yang selalu mengintai, karena hal itu merupakan sesuatu yang lumrah. Namun hati Saya resah dan merasa tersayat jika musuh itu datang dari dalam tubuh Kebangkitan Islam itu sendiri”.

Peselisihan umat islam disebabkan oleh dua faktor, yaitu faktor akhlaq dan faktor pemikiran. Dari faktor akhlaq antara lain:
1. Membanggakan diri dan mengagumi pendapatnya sendiri.
2. Buruk sangka kepada orang lain dan mudah menuduh orang lain tanpa bukti.
3. Egoisme dan mengikuti hawa nafsu, akibatnya ambisi terhadap kepemimpinan atau kedudukan.
4. Fanatik kepada pendapat orang, mahdab dan golongan.
5. Fanatik kepada negeri, daerah, partai, Jama’ah atau pemimpin.

Dari faktor pemikiran timbul karena muncul beraneka macam aliran dalam memahami dan menyimpulkan hukum. Antara lain:
a. Masalah Thaharah
Hukum colognet dan spiritus yang digunakan untuk bersuci, benda yang diproses dari bahan yang asalnya najis, air got apabila telah dibersihkan. Perlunya berwudhu karena memakan daging onta, menyentuh wanita atau menyentuh kemaluan dan lain sebagainya.

b. Masalah Shalat
Melepaskan kedua tangan atau bersedekap, bacaan basmalah dipelankan atau dikeraskan atau tidak dibaca sama sekali. Perbedaan adzan dan iqamat, duduk istirahat dan turun untuk sujud dengan kedua tangan sebelum lutut atau sebaliknya dan sebagainya.

c. Masalah Zakat
Apakah wajib zakat pada buah-buahan dan sayur-sayuran serta hasil bumi lainnya seperti kapuk dan sebagainya.

d. Masalah Puasa
Dalam menentukan awal Romadhon dan Idul Fitri menggunakan ru’yah atau hisab dan sebagainya.

e. Masalah Haji
Apakah boleh ihram dari Jeddah bagi para penumpang kapal udara? Bolehkah melempar (jumrah) sebelum zawal (condongnya matahari) dan sebagainya.

f. Masalah Perhiasan dan Kecantikan
Memelihara jenggot itu wajib atau sunah, hukumnya memelihara kumis, apakah wajib bagi wanita memakai cadar atau cukup menutup selain wajah dan kedua telapak tangannya dan sebagainya.

g. Masalah Hiburan
Apakah boleh mendengarkan lagu dengan alat musik atau tanpa alat musik dan sebagainya.

h. Masalah Makanan dan Minuman
Apakah boleh memakan sembelihan Ahli Kitab? Apakah orang-orang Eropa dan Amerika termasuk Ahli Kitab? Dan sebagainya.

i. Masalah Harta dan Mu’amalah
Apakah boleh menentukan harga barang-barang sewaan? Apa hukum asuransi dan sejenisnya? Apa hukumnya bekerja dalam lembaga-lembaga yang tidak berpegang teguh pada hukum-hukum Islam?

j. Masalah Fiqh Siyasi dan Perundang-undangan
Apa hukum pemilihan anggota syura dan keputusannya wajib diikuti atau tidak?

Perbedaan-perbedaan pendapat tersebut dapat membawa mereka ke dalam perselisihan yang dapat menimbulkan perpecahan antar umat Islam.

Adsense Indonesia


Upaya Memecahkan Permasalahan yang dihadapi Umat Islam

Umat Islam butuh pencerahan. Mereka harus didorong untuk menerima Islam sebagai solusi jitu semua permasalahan hidup ini. Agar permasalahan Umat Islam tersebut tidak berlarut-larut, maka harus dilakukan upaya-upaya antara lain:

1. Meningkatkan Sumber Daya Manusia.
Islam menunjuk tiga (3) potensi dasar yang dikaruniakan Allah kepada Manusia, yakni potensi jisim (fisik), potensi akal dan potensi qalbu. Ketiga potensi tersebut secara utuh dan bersama-sama dijadikan sasaran garapan pembinaan dalam upaya meningkatkan kualitas manusia.

Sumber Daya Manusia yang banyak tetapi tanpa kualitas atau dengan kualitas rendah merupakan beban. Sedangkan Sumber Daya Manusia dengan kualitas yang baik merupakan potensi. Karena dari situ akan muncul gagasan-gagasan, kreasi dan konsepsi yang dengan kemampuan dan ketrampilannya akan diwujudkan dengan cara yang produktif.
Bagaimana dengan kualitas Sumber Daya Manusia kita? Harus kita akui bahwa kualitas Sumber Daya Manusia kita belum baik, apabila dibandingkan dengan rasio jumlahnya yang begitu besar.

Ada tiga (3) dimensi yang harus diperhatikan dalam usaha memajukan kualitas manusia, yaitu:
1.Dimensi Kepribadian sebagai manusia.
Yaitu kemampuan untuk menjaga integritas, termasuk sikap, tingkah laku, etika dan moralitas yang sesuai dengan pandangan masyarakat.

2.Dimensi Produktivitas.
Yaitu sesuatu yang dihasilkan oleh manusia dengan jumlah yang lebih banyak dan kualitas yang lebih baik.

3.Dimensi Kreativitas.
Yaitu kemampuan seseorang untuk berfikir dan berbuat kreatif, menciptakan sesuatu yang berguna bagi dirinya dan masyarakat.
Ketiga dimensi tersebut merupakan kunci pokok dalam upaya meningkatkan kualitas Sumber Daya Manusia.

2. Melaksanakan da’wah.
Perubahan besar yang terjadi di Indonesia belakangan ini menuntut kader-kader da’wah untuk segera tampil, bukan lagi sebagai objek pelengkap, tetapi harus memposisikan diri sebagai agen-agen perubahan yang mampu bergerak di semua lini.
Transformasi da’wah menjadi Hizbud Da’wah adalah pilihan dan keputusan strategis setelah dua dekade lalu berhasil memainkan peran takwin (pencetakan), peran tauzhif (penugasan), tanmiyah (pengembangan), serta peran-peran penting lainnya. Peluang besar yang menganga sekaligus tantangan, butuh jawaban segera melalui aplikasi tatanan Islam dalam seluruh peran yang bisa kita mainkan. Harus diingat, penyeru kebathilan tidak pernah diam dan selalu berenergi, bersemangat mengajak kita masuk kedalam lobang hitam yang satu ke lobang hitam berikutnya. Dan kemenangan kita hanya akan kita raih bila kita bersungguh-sungguh beramal, berjihad dijalanNya.

Berda’wah adalah kewajiban syar’i yang harus dipikul oleh seluruh Umat Islam, berdasar pada dalil:
“Dan hendaklah ada diantara kamu yang menyeru kepada kebajikan, menyuruh kepada yang ma’ruf dan mencegah dari yang mungkar; mereka adalah orang-orang yang beruntung”. ( QS. Ali Imran : 104 )

Ayat ini jelas sekali memaparkan kewajiban da’wah bagi setiap muslim. Begitupun Rosulullah bersabda : “Sampaikanlah dariku meskipun satu ayat”, mengisyaratkan secara explisit tentang keharusan tugas mentablighkan apa-apa yang dibawa Rosulullah SAW kepada seluruh manusia.

Disamping itu da’wah merupakan kebutuhan masyarakat. Karenanya, masyarakat akan mampu memahami nilai-nilai kebenaran Islam, mampu membedakan yang haq dan batil serta bisa mengaplikasikan ajaran Islam lewat sentuhan lembut tangan para da’i yang bijak dan sabar.

Orientasi da’wah sesungguhnya adalah islah individu muslim, pembentukan keluarga muslim, pembinaan masyarakat Islam, pembebasan tanah air dari hegemoni asing, perbaikan pemerintahan serta memperhatikan kemaslahatan umat dan menjadi ustadziatul ‘alaam (soko guru peradaban). Oleh karena itu kesertaan setiap muslim dalam mengemban amanah ini adalah urgent adanya. Setiap muslim harus proaktif dan dinamis, memiliki visi kedepan, berhamasah, dan berkarakter haroki.

Selanjutnya setelah mampu mengislahkan pribadi kita maka kita harus segera “nakhtalith” (bergaul dan berinteraksi) dengan masyarakat untuk menyerukan nilai-nilai kebenaran Islam yang termuat dalam gerbong da’wah kita. “Ashlih nafsaka awwalan wad’u ghairaka tsanian”, setiap kita setelah mampu melakukan perbaikan diri harus menyeru dan mengajak orang lain untuk kembali kepada nilai-nilai Islam.

Setelah mengetahui permasalahan-permasalahan umat Islam, maka kita harus bersiap menghadapi pekerjaan dan tugas-tugas besar di ladang da’wah. Tugas besar yang harus dipikul oleh seluruh kader da’wah diantaranya adalah sebagai berikut :

1. Berusaha agar kita menjadi pembebas masyarakat terhadap kejahiliyahan. Lantaran momentum perubahan tidak berulang dalam waktu yang sama maka kita harus berusaha agar Islam dapat hadir ditengah masyarakat, memberi sibghah pada aktifitas kehidupan dan mengikis habis kepercayaan yang mengancam aqidah keislaman.

2. Menghadirkan solusi Islam bukan hanya pada tataran opini atau wacana tetapi harus sampai pada tataran praktis. Pada saat massa mengalami perubahan besar, kita harus memahami bahwa akan banyak dampak sosial yang kita harus hadapi. Disinilah kita berperan. Kita harus bersiap menyuguhkan Islam sebagai solusi. Tentunya ini membutuhkan aksi, bukan lagi diskusi. Lihatlah, pelajar SMP mulai hobi tawuran, yang SMU berkenalan dengan narkoba. Sementara remaja terjerat seks bebas. Rakyat menderita karena harga kebutuhan hidup terus tak bersahabat, rumah yang tergusur, hilangnya pekerjaan serta kriminalitas yang selalu mengancam. Semua butuh solusi jitu. Ruh yang menyatukan dan mendamaikan mereka.

3. Mengajak sebanyak-banyaknya umat untuk menerima da’wah ini. Bahwasanya demokrasi akan memberikan kekuasaan pada mereka yang pendukungnya banyak, adalah sebuah keharusan kita menarik sebanyak mungkin massa untuk mencapainya. Meski bukan tujuan akhir, wasail inilah yang akan menghantar kita dalam menjalankan peran-peran kepemimpinan. Artinya, kita harus menjadi da’i, yang menyeru umat ini agar kembali kepada Islam. Kemudian kita harus menjadi murrabi, yang mentarbiyah, membina dan memelihara tanggung jawab da’wah, mengarahkan umat pada tatanan perikehidupan Islam agar kemudian tampil sebagai sosok islam yang berkafaah. Selanjutnya kita harus menjadi imarah yang akan memimpin umat ini menuju kemenangan dan kebahagiaan.

Untuk mencapainya kita harus didukung oleh katsratul anshar (banyaknya penolong) yang memiliki kemampuan merekayasa masyarakat dan membentuk ar-ra’yul ‘aam (opini publik). Dan penolong-penolong agama ini harus direkrut dalam gerakan da’wah yang terorganisir, dibarengi dengan kehendak yang kuat agr memiliki anashir taghyir ( mentalitas pendobrak ).

4. Menyiapkan diri dan mengembangkan segala potensi yang dibutuhkan oleh da’wah. Untuk menyongsong kebangkitan menuju kemenangan, kuncinya adalah adalah pembinaan diri dalam tarbiyah. Ini semua harus disadari dan dipahami oleh seluruh kader da’wah lantaran kepemimpinan yang dipahami dalam kaidah da’wah kita hanya lahir oleh tarbiyah. Karenanya, potensi apapun dari diri kita harus kita bina dan kita kembangkan agar betul-betul siap mendukung da’wah ini.

Setelah kita memahami tantangan berat serta tugas besar diatas, selanjutnya kita harus memiliki bekal, diantaranya :
1. Dawafiy al imani (motivasi keimanan)
Imam Nawawi menempatkan keikhlasan pada pokok bahasan pertama. Beliau mengerti betul bahwa keikhlasan adalah pendorong yang kuat serta sumber motivasi yang terbesar. Dan motivasi inilah yang menjadikan seseorang yang mempunyai keimanan yang baik mampu menunaikan tugas-tugas da’wahnya, melibatkan diri secara utuh serta mengeliminasi konsideran untung rugi dari aktifitas ubudiyah ini.

2. At tafaul ( Optimisme )
Dengan optimisme seorang kader da’wah dapat membangun harapan yang besar. Lantaran marhalah da’wah ini begitu berat, maka stock optimisme ini harus berada dalam level memadai atau surplus. Rosulullah tetap menaruh optimisme yang besar kepada masyarakat Thaif yang membalas da’wah beliau dengan caci maki, lemparan batu dan kotoran. Pada akhirnya, Allah berkenan merubah optimisme beliau menjadi kenyataan pada sepuluh tahun kemudian. Masyarakat Thaif berbondong-bondong masuk Islam bahkan menjadi pembayar zakat yang baik dizaman khalifah Umar.

3. At Tsiqah bil Qudratil Dzatiyah (Percaya pada kemampuan diri) Kemampuan diri akan memadai bila sering terasah, melalui keberanian untuk menyampaikan apa saja yang didapatkan. Barangkali awalnya adalah tema-tema sederhana kemudian meningkat pada kajian yang lebih mendalam. Para sahabat rosul pada awalnya tidak memiliki bekalan yang cukup. Namun mereka memiliki tanggung jawab yang besar dalam menyebarluaskan da’wah ini. Masalahnya terletak pada kepercayaan pada kemampuan diri. Semakin terasa kemampuan maka akan semakin tinggi kepercayaan diri kita. Karenanya setiap kader da’wah harus terus meningkatkan kemampuan dirinya.

4. Al ibrah wa ta’birul akharin (mengambil pelajaran dari pengalaman orang lain.)
Untuk mendapatkan pengalaman bisa dengan berbagai cara. Diantaranya dengan terjun langsung ke arena tarbiyah untuk melihat secara gamblang tantangan-tantangan da’wah serta mencari upaya solusinya. Bisa juga dengan diskusi dengan orang lain untuk mengetahui pengalamannya dalam mentarbiyah orang lain sehingga menjadi bekal da’wah yang berguna. Ingat, pengalaman adalah guru yang terbaik.

5. Doa
Doa memiliki kedudukan dan fungsi yang sangat penting bagi seorang mukmin. Ia adalah senjata sekaligus penawar manakala hati resah mendapati beban dan tantangan da’wah yang bertumpuk. Disamping itu doa adalah pengantar hidayah Allah Swt ;
“Berkata Musa : “Ya tuhanku, lapangkanlah untukku dadaku, dan mudahkanlah untukku urusanku, lepaskanlah kekakuan lidahku, supaya mereka mengerti perkataanku.” ( QS. Thaahaa : 25~28 ).
Inilah pentingnya doa. Karenanya sebelum atau sesudah tarbiyah, hendaknya kita selalu berdoa agar da’wah ini dapat tersebar luas dan diterima oleh masyarakat.

3.Kembali ke Al Qur’an dan Hadist.
Rosulullah bersabda bahwa orang yang selamat didunia dan akhirat adalah mereka yang mengikuti ahlus sunnah wal jama’ah. Karena hal ini merupakan jalan yang paling jitu untuk mengatasi segala permasalahan umat ini. Yaitu dengan mengamalkan ajaran-ajaran Islam ke aturan semula, yaitu yang sesuai dengan Al Qur’an dan Hadist.

Islam merupakan satu-satunya agama yang mengajak kepada persaudaraan yang terwujud dalam persatuan dan solidaritas, saling menolong dan membantu serta mengecam perpecahan dan perselisihan. Sebab perselisihan menyebabkan kerusakan hubungan baik sesama mereka dan melemahkan agama umat dan dunianya. Oleh karena itu Islam membenci perpecahan dan perselisihan

Persoalan-persoalan kecil jangan dianggap sebagai penghalang keinginan untuk bersatu, saling toleransi dan merapatkan barisan dalam menghadapi musuh dan mewujudkan sasaran-sasaran besar yang disepakati oleh semua pihak.

Perbedaan pendapat adalah kekayaan. Perbedaan pendapat yang bersifat ijtihadiah telah memperkaya, mengembangkan dan memperluas fiqh. Karena setiap pendapat pasti didasarkan pada dalil-dalil dan pertimbangan-pertimbangan syar’i yang digali oleh para ulama dan pemikir Islam melalui ijtihad, istinbath, qiyas, isthisan, tarjih dan sebagainya.

Untuk itulah kewajiban para da’i dan pemikir Islam serta kader-kader da’wah untuk merapatkan barisan, membentuk shaf-shaf perjuangan dalam rangka mensosialisasikan ajaran-ajaran agama Islam secara benar, sesuai yang digariskan dalam Al Qur’an dan Hadist. Bagi mereka yang mempunyai posisi struktural, bisa mulai dengan menggunakan otoritasnya. Mereka yang punya kabisa, harus mengoptimalkannya agar dapat memberi kontribusi bagi da’wah ini, dengan senantiasa beramar ma’ruf nahi mungkar. Sehingga umat Islam tahu dan memahami ajaran-ajaran Islam dengan benar, mana yang merupakan pokok dan mana yang merupakan cabang. Sehingga permasalahan umat Islam yang sedang dihadapi sekarang akan segera terselesaikan. Dan pada akhirnya Islam benar-benar menjadi rohmatan lil’alamin.

Akhirnya, allahumma ya Allah! Karuniakanlah kepada kami cahaya yang akan menerangi langkah kami ditengah kegelapan, ketajaman pandangan yang dapat membedakan diantara hal-hal yang mutasyabihat, serta keseimbangan yang akan menerangi kami di persimpangan jalan….”Wahai Rabb kami, sempurnakanlah untuk kami cahaya kami dan ampunilah kami. Sesungguhnya Engkau Maha Kuasa atas segala sesuatu”. (QS. At Tahrim: 8).

PPC Iklan Blogger Indonesia


Referensi.
1.Dr. Yusuf Al Qardhawy, “Fiqh Perbedaan Pendapat Antar Gerakan Islam:Guna Memahami Perbedaan yang dibolehkan dan Perpecahan yang dilarang”, Robbani Press, Jakarta, 2002.
2.Muhammad Tholhah Hasan, “Islam dan Masalah Sumber Daya Manusia”, Lantabora Press, Jakarta, 2003.
3.Abdul Muiz, MA, BS Wibowo Dipl. Rad, SKM, Drs. DH Alyusni, Drs. Mahfudz Siddiq, Muhith M. Ishaq, MAg, Musyaffa Ahmad Rahim, Lc, Samin Barkah, Lc, Dra. Sitaresmi S. Soekanto, Thalhah Nuhin, Lc, Zainal Abidin, K.H. Rahmat Abdullah, ” Tarbiyah Menjawab Tantangan: Refleksi 20 Tahun Pembaharuan Tarbiyah di Indonesia,” Robbani Press, Jakarta, 2002.

No comments:

Post a Comment