PortalRenungan.
Di beberapa pojok jalan utama di kota-kota besar seperti Bandung, kita bisa melihat alat pengukur keadaaan udara dan kualitasnya (baik, sedang, bahaya). Semoga saja alat itu tidak ngadat, sehingga kita bisa tersadarkan atas kualitas udara yang kita hirup. Ujung-ujungnya, ya mengurangi aktivitas yang mengotori udara. Selama ratusan juta tahun, bahan-bahan kimia berada dalam ekosistem kita. Bahan-bahan tadi dapat berasal dari tumbuhan atau hewan. Ada yang kembali ke Bumi, terhanyut di lautan, menguap ke udara lagi; kemudian akan kembali ke siklusnya. Sebuah atom oksigen, misalnya, memerlukan waktu sekitar 2.000 tahun lagi untuk melengkapi satu siklus. Ini berarti mungkin saja kita bernapas dengan oksigen yang pernah dihirup Nabi Muhamad SAW. Keseimbangan alam ini kemudian terganggu oleh meningkatnya aktivitas manusia.
Dalam sejarah tercatat, sekitar tahun 1600 pengumpulan sampah, pemandian umum, dan uang kertas di Cina dan Jepang telah diatur. Namun, di London orang masih membuang sampah rumah tangganya dan air kecil serta air besar dari pispot ke jalan. Mereka berharap, babi yang berkeliaran di malam hari akan membersihkannya. Jika tidak? Tahu sendirilah .... New York tahun 1890, barangkali masih seukuran Kota Bandung kini, memiliki masalah polusi yang sangat berat. Setiap hari kuda-kuda di kota itu akan membuang ratusan ton kotoran padat di jalan-jalan New York. Selain itu juga ditumpahkan hampir 300.000 liter air seni, sebuah jumlah yang cukup untuk mengisi 100 kolam renang skala hotel. Bisa dibayangkan jika hari panas. Anda yang pernah ke Bandung dan mampir ke Jln. Ganesha ketika liburan (sekolah) bisa membayangkan, bagaimana bau dan tersiksanya di lingkungan macam itu.
Begitulah sekelumit aktivitas manusia yang menimbulkan polusi. Seiring perkembangan zaman, kini polutan sudah tidak berskala lokal lagi, tapi sudah mengglobal. Hujan asam dapat merusak hutan di seluruh penjuru dunia. Kita telah menghasilkan karbondioksida dalam jumlah banyak sehingga mengakibatkan efek rumah kaca. Penggunaan klorofluorokarbon (CFC) juga mengakibatkan bolongnya lapisan ozon, sang pelindung Bumi dari sengatan Matahari. Polutan terpenting lainnya timbel. Timbel ini dengan mudah bisa kita jumpai di pipa air minum, asap kendaraan bermotor, atau cat yang digunakan pada beberapa tahun lalu. Kini timbel diketahui memiliki dampak yang berbahaya. Dari studi diamati bahwa tulang orang-orang 2.500 tahun yang lalu mengandung seperseribu lebih kecil dari kandungan timbel tulang-tulang kita sekarang. Kendaraan bermotor yang menggunakan bensin bertimbel akan membuang kira-kira 1 kg per tahunnya; 85% timbel itu akan terkonsentrasi di tulang, otak, dan ginjal manusia. Kelebihan kandungan timbel telah diketahui berakibat pada rendahnya intelegensia dan memperpendek waktu konsentrasi anak. Pada manusia dewasa, kelebihan timbel dapat berakibat tekanan darah tinggi yang berakibat serangan jantung.
Setelah diketahui akibat-akibat buruk itu, maka dikenalkanlah bensin tanpa timbel, dilarangnya penggunaann aerosol yang mengandung klorofluorokarbon, dan sebagainya. Pelajaran penting yang dapat diambil bahwa karena populasi manusia yang sudah berkembang sedemikian besar serta aktivitas manusia yang kini telah sangat tinggi intensitasnya, polutan dalam jumlah kecil dari seseorang secara kumulatif akan menjadi besar dan berakibat fatal. Nah, mulailah dari diri kita dan lingkungan keluarga untuk mengurangi aktivitas yang bisa menimbulkan polutan. Bisa 'kan? Bisa dong!
Penulis : Dr. Ismunandar, Pengajar Jurusan Kimia, ITB, di Bandung.
Referensi : Intisari No. 489 TH. XLI-April 2004.
No comments:
Post a Comment