PortalRenungan
Kalau engkau tak mampu menjadi beringin yang tegak di puncak bukit, jadilah belukar, tetapi belukar yang baik, yang tumbuh di tepi danau. Kalau kamu tak sanggup menjadi belukar, jadilah saja rumput, tetapi rumput yang memperkuat tanggul pinggiran jalan. Kalau engkau tak mampu menjadi jalan raya, jadilah saja jalan kecil tetapi jalan setapak yang membawa orang ke mata air. (penggalan puisi Taufik Ismail - Kerendahan Hati)
Diantara pembaca yang budiman mungkin masih ingat dengan puisi Taufik Ismail diatas, bahwa menjadi apapun kita, harus menjadi yang berguna, kalau kata pak ustadz “ALLAH tidak pernah menciptakan mahluk untuk sia sia” lalu pertanyaan selanjutnya adalah sudahkah kita menjadi hamba ALLAH yang berguna, sudahkah amanah kita dilahirkan ke muka bumi ini kita jalankan atau jangan jangan kita gak tahu lagi untuk apa kita dilahirkan di bumi ALLAH ini, mau ngapain kita dibumi ALLAH ini, dan mau kemana akhir dari perjalanan hidup kita ini, gimana mau berbuat banyak, gimana mau jadi hamba yang berguna kalau “mengapa” kita ada disini aja kita tidak tahu.
Seorang mengatakan "Aku sudah mewakafkan diri untuk ALLAH" kalimat yang membuat saya takjub adalah kalimat “wakafkan diri” karena seingat saya wakaf adalah harta yang kita berikan untuk digunakan dijalan ALLAH, dan karena orang ini tak memiliki banyak harta, maka dia mewakafkan dirinya, jiwanya, sungguh tak terlintas dijiwa yang masih memikirkan dunia ini.
Iya, orang tersebut memberikan hidup dan jiwanya untuk ALLAH, gaji hasil bekerja diberikan kepada duafa dia hanya mengambil sebagian saja. Karena menurut dia apa yang dia berikan ke duafa itulah yang akan menjadi milik dia di akhirat kelak, harta bukanlah yang ada dalam genggamannya tetapi apa yang dia berikan kepada orang lain, itulah hartanya...
Kemudian orang ini mengatakan "Ilmu itu harus berguna buat orang lain" dan orang ini rajin mencari cari mereka yang membutuhkan dirinya, didatanginya masyarakat yang tinggal di pinggir laut, ditanyakannya apa kira kira yang bisa dia bantu, di hampirinya mereka yang ditempat pembuangan sampah dan ditanyakan apakah sudah punya beras untuk esok, subhanallah...
Saudaraku... Apa yang sudah kita berikan.
Ya, apa yang sudah kita berikan untuk hamba-hamba ALLAH yang lain, untuk bumi ALLAH, kita yang masih sibuk bekerja yah bekerja untuk makan sendiri, kita yang sibuk membaca buku yah ilmunya hanya untuk kita seorang, mata kita sibuk melihat para duafa tapi hati ini tak tergerak untuk menolongnya memperbaiki hidup, apa saja yang sudah kita manfaatkan dari indra pemberian ALLAH, tangan, kaki, mulut, mata, hidung masih kita gunakan untuk diri kita sendiri, andai kita mau seharusnya kita bisa membantu para duafa, menolong mereka memperbaiki hidupnya.
Ilmu yang kita dapat dibangku TK hingga kuliah pun baru berguna untuk kita sendiri, ah sudah waktunya kita berfikir untuk menjadi ilalang, yang rela terinjak oleh manusia agar tak tertelan lumpur panas dilahan gambut, karena memang begitulah fungsinya, dan kita yang menamakan diri ini manusia yang diberi akal masih juga berlum berpikir apa yang bisa kita lakukan untuk menjadi hamba ALLAH yang berguna sesuai dengan tujuan kita dikirim ke bumi ALLAH ini?
Saudara, kita ingin sekali menjadi hamba yang bisa membanggakan pencipta kita, membuat ALLAH bangga telah menciptakan kita karena kita berguna untuk hamba hambaNYA yang lain, kita ingin meninggal dikenang karena kita bermanfaat untuk yang lain, dikenang bukan karena nama kita tapi karena diri kita berguna untuk yang kita tinggalkan.
Jadi, manfaat apa yang sudah kita berikan untuk diri ini? Mari tanyakan kepada ilalang yang bergoyang, dia mungkin tahu jawabannya karena ilalang sudah memberi manfaat bagi hamba yang lain, sedang kita?
No comments:
Post a Comment