PortalRenungan
Apa yang kita pikirkan jika kita bertemu dengan kata "mengintip"?. Orang yang berpikiran positif tentu kalau ia ingin mengintip pasti yang baik-baik dan bermanfaat baik untuk dirinya atau untuk orang lain. Tetapi bagaimana dengan orang yang selalu dihiasi pikiran negatif, tentunya hal-hal yang negatiflah yang diintipnya. Sebagai orang beriman saya dan kita semua pasti meyakini bahwa akan ada masa hisab setelah kehidupan ini, pertanggungjawaban atas perbuatan yang kita lakukan di dunia ini.
Jika seandainya kita boleh mengintip, dan yang kita intip adalah catatan malaikat tentang dosa-dosa kita, tentang catatan kehidupan kita, kira-kira apa yang akan kita lakukan?
Ya, apa yang akan terjadi andai kita boleh mengintip catatan malaikat tentang amal dan dosa kita dari sejak aqil baliqh hingga saat ini? Yang pasti hanya akan ada dua kemungkinan, menangis atau tersenyum, iya menangis karena besarnya dosa dosa kita pastinya atau tersenyum karena ternyata kita bersih dari dosa, dan sebagai manusia tidak mungkin bersih.
Okelah kalau begitu, what’s about “Melihat Catatan Malaikat?” Sejak kecil kita telah diajarkan bahwa ada dua malaikat yang selalu menjaga kita, mencatat setiap perbuatan kita, yang baik dan yang buruk, malaikat ini tidak pernah tidur, setiap perkataan kita dicatat, kemana kaki kita melangkah hari ini dicatat, dusta yang keluar dari mulut ini dicatat, sms kita juga diintip untuk dicatat isinya apa. Sedekah kita hari ini yang kita lemparkan ke jejaring dipembangunan masjid dicatat, termasuk uang seribu rupiah yang kita sembunyikan dari orang lain karena malu cuma bisa sedekah sedikit juga di catat, tak ada yang luput pokoknya, semua tercatat.
Simple thing sebagai renungan “pernahkah kita merasa berat atau malas ketika hendak melaksanakan shalat?” jawabannya pasti “Pernah” atau bahkan mungkin “Sering”. Kemudian pernahkah kita memikirkan kebaikan apa yang telah kita lakukan hari ini untuk membuat hidup kita bermanfaat bagi manusia lain, mungkin jawabannya adalah “Jarang”, atau bahkan mungkin “Tidak pernah” saking egoisnya jadi cuma sibuk mikirin diri sendiri, nah di dalam catatan malaikat itu niatpun dicatat, niat kita untuk shalat saja sudah ada dicatatan malaikat itu, niat puasa, niat jahilin sahabat, bahkan niat bohong kecatet tuh, semua, semua niat sudah tercatat, niat baik tercatat niat buruk apalagi.
Sekarang yuk kita coba mengingat-ingat, kira-kira kalau kita boleh mengintip catatan malaikat itu, banyakan mana antara niat baik dan niat gak baik, besar mana perbuatan baik kah atau maksiat?. Ah tak sanggup rasanya membayangkannya. Lemes dan takut. Tapi kalo cuma takut saja tidak berusaha memperbaiki catatan itu, tidak ada artinya bukan?
Nah, kesadaran selalu datang belakangan namun tidak ada kata terlambat, kini kita tersadar bahwa waktu tak akan pernah kembali untuk menghapus catatan malaikat atas yang telah terjadi dalam hidup kita itu mustahil terhapus, maka yang bisa kita lakukan adalah memperbanyak kebaikan agar ketika kita berpulang dan mengembalikan catatan kehidupan itu kepada pemilik jiwa kita maka telah penuh catatan kebaikan kita karena setiap hari, detik demi detik, bahkan disetiap helaan napas telah kita isi dengan kebaikan.
Nah masalahnya berapa lama lagi kita dititipi nafas oleh ALLAH, jadi kita sudah harus memikirkan perbuatan apa yang ringan di lisan, berat di timbangan.
Dari Abu Hurairah: Rasulullah bersabda, “Ada dua buah kalimat yang ringan di lisan namun berat di dalam timbangan, dan keduanya dicintai oleh ar-Rahman, yaitu ‘Subhanallahi wabihamdihi, subhanallahil ‘azhim’.” (HR. Bukhari [7573] dan Muslim [2694])
“Wahai hamba ALLAH, sering-seringlah mengucapkan dua kalimat ini. Ucapkanlah keduanya secara kontinyu, karena kedua kalimat ini berat di dalam timbangan (amal) dan dicintai oleh ar-Rahman, sedangkan keduanya sama sekali tidak merugikanmu sedikitpun sementara keduanya sangat ringan diucapkan oleh lisan, ‘Subhanallahi wabihamdih, subhanallahil ‘azhim’. Maka sudah semestinya setiap insan mengucapkan dzikir itu dan memperbanyaknya.” (Syarh Riyadh as-Shalihin, 3/446).
“Wahai hamba ALLAH, sering-seringlah mengucapkan dua kalimat ini. Ucapkanlah keduanya secara kontinyu, karena kedua kalimat ini berat di dalam timbangan (amal) dan dicintai oleh ar-Rahman, sedangkan keduanya sama sekali tidak merugikanmu sedikitpun sementara keduanya sangat ringan diucapkan oleh lisan, ‘Subhanallahi wabihamdih, subhanallahil ‘azhim’. Maka sudah semestinya setiap insan mengucapkan dzikir itu dan memperbanyaknya.” (Syarh Riyadh as-Shalihin, 3/446).
Kemudian saya mau sedikit berhitung, berapa waktu yang saya perlukan untuk membaca kedua kalimat tersebut? kira-kira 4 detik. Dalam satu menit ada 60 detik, jadi berapa jumlah kalimat tersebut yang bisa saya ucapkan dalam satu menit? 60/4 = 15 kali setiap menit. Kalau sehabis shalat saya bertafakur selama 5 menit saja maka bisa di bayangkan 5 x 15 = 75 kali sudah kalimat ini kita ucapkan, dan tentunya kita tak bisa bayangkan beratnya kalimat tersebut pada timbangan Ar Rahman.
Bayangkan perjalanan di pagi hari yang menghabiskan waktu 1 jam, dan jika sepanjang waktu itu kita manfaatkan untuk dzikir, dan tak ada yang kelewat dari catatan malaikat, subhanallah.
Jadi apapun catatan yang kini dipegang malaikat, tidak perlu penasaran lagi, yang penting mulai hari ini, detik ini catatan itu hanya berisi kebaikan, kebaikan dan kebaikan, stop catatan maksiat di sana, jangan jadi hamba yang bodoh dengan membiarkan catatan buruk disana.
Subhanallah wabihamdih, subhanallahil 'azhiim (Mahasuci ALLAH dengan segala puji bagiNYA, Mahasuci ALLAH Yang Maha Agung).