PortalRenungan.
Syawal tinggal hitungan hari, Ramadhan yang penuh rahmat dan ampunan akan segera berakhir, ribuan bahkan jutaan orang bersiap-siap menyambut LEBARAN dengan pulang kekampung halaman “MUDIK”, bertemu dengan sanak famili, bertemu dengan orang-orang yang dicintai, bertemu dengan kekasih yang telah lama dinanti.
Bagi sebagian orang nuansa mudik sangat terasa kental sekali. Persiapan demi persiapan bahkan sudah dilakukan dari jauh-jauh hari, karena seperti pada tahun-tahun sebelumnya, nuansa mudik menjadi suasana yang sangat ramai, “peak season”. Dan karenanya pemesanan tiket pun bahkan sudah dilakukan dari beberapa minggu atau bulan sebelumnya, untuk menghindari kenaikan harga yang berlebihan. Pembelian oleh-oleh untuk sanak kerabat di kampung halaman pun dipersiapkan dengan rapi dan apik. Luarrrr Biasa…! Apakan saudara juga sama...?
Mudik bisa berarti kembali ke akar kebudayaan kita , kembali tempat dimana kita dilahirkan, di daerah yang menjadi asal muasal keluarga besar terbentuk. Dan karenanya hampir setiap orang sangat menginginkan atau merindukan mudik ini, sehingga susah payah kondisi perjalanan tidak menghalangi niatan tuk melakukannya. Letih, lelah, tenaga yang terkurang, membengkaknya biaya perjalanan dan biaya yang dihabiskan, biasanya sudah diantisipasi jauh-jauh hari sebelumnya. Bagi sebagian orang, mereka bahkan rela mengirit pengeluaran sehari-hari, agar dapat menabung guna memenuhi biaya perjalanan beserta segala pernak-pernik perjalanan mudiknya.
Kalau mudik kekampung halaman pasti semua orang sangat menginginkannya bukan?, tapi bagaimana dengan mudik yang satu ini, yaitu mudik ke kampung akhirat, masih adakah orang yang menginginkannya? Padahal suka atau tidak suka semua orang akan melakukan mudik yang satu ini, dan boleh jadi mudik yang satu ini luput dari persiapan-persiapan yang terencana, lalai dari penjadwalan yang tersusun runut, dan dilupakan dari bagian rencana kehidupan kita selaku manusia. Itulah Kampung akhirat.
Dan tiadalah kehidupan dunia ini, selain dari main-main dan senda gurau belaka. Dan sungguh kampung akhirat itu lebih baik bagi orang-orang yang bertakwa. Maka tidakkah kamu memahaminya? (QS. Al-An'aam: 32)
Dan kampung akhirat itu lebih baik bagi mereka yang bertakwa. Maka apakah kamu sekalian tidak mengerti? (QS. Al-A'raaf: 169)
Dan sesungguhnya kampung akhirat adalah lebih baik bagi orang-orang yang bertakwa. Maka tidakkah kamu memikirkannya? (QS. Yusuf: 109)
Tidakkah kita memiliki rasa rindu pula dengan kampung akhirat kita? Tidakkah kita ingin menikmati indahnya kampung akhirat yang berkekalan waktunya? Maka, sudah seberapa baik perbekalan yang telah kita persiapkan? Bahkan, sudah sampai seberapa siap diri kita tuk menghadapi perjalanan panjangnya? Padahal, akhirat adalah kampung dengan satu pintu saja, sekali kita melewatinya, maka sudah pasti dan tidak akan mungkin, kita bisa kembali lagi ke dunia. Iya pintu yang saya maksud adalah Al maut atau kematian.
Marilah kita menjadikan kehidupan yang kita jalani ini menjadi hari-hari pengumpulan bekal mudik ke kampung akhirat kita, dan tidak cukup sampai disitu, jadikan seluruh sisa usia kita, terutama di akhir ramadhan ini menjadi ajang persiapan mudik ke kampung akhirat yang lebih SPECIAL, dengan kesabaran dalam menjaga diri dari perbuatan kemaksiatan dan bersabar diri dalam mengerjakan kebaikan.
Waktu tak bisa kembali saudaraku, Iya ketika kita berpikir ini Ramadhan terakhir kita, maka seharusnya kita cambuk raga ini untuk mengisi nafas dengan dzikir, shalat tak tertunda plus rawatib, bibir ini harus mampu mengkhatamkan Quran, tafakur tak akan kita lewatkan agar selalu tersadar bahwa diri ini berlumuran dosa.
Ya ALLAH berilah kami ampuanMU di Ramadhan ini, berilah maaf dihati orang-orang yang pernah kami lukai, berilah kasih sayang agar kami mampu mencintai orang-orang yang mencintai kami seperti mereka mencintai kami, sungguh kami tak sanggup membayangkan jika ini Ramadhan yang terakhir kami Irhamnna ya ALLAH.
Hari ini juga adalah hari terakhir kita bekerja dan segera akan memasuki libur Lebaran, ada bahagia, ada haru, ada senyum kemenangan, ada isak tangis perpisan dengan bulan yang penuh berkah, tetapi yang jelas kita harus melangkahkan kaki ini untuk menatap masa depan penuh harapan dan bertabur kemenangan. Dan andai jemari ini tak sempat berjabat, andai raga ini tak dapat bertatap, seiring beduk yang akan segera menggema dan seruan takbir yang akan segera berkumandang, Sepuluh jari tersusun rapi, saya haturkan salam menyambut Hari raya idul fitri, SELAMAT IDUL FITRI 1436H.
“Mawar berseri dipagi Hari, Pancaran putihnya menyapa nurani, E-mail dikirim pengganti diri, Semoga kembali FITRI". Aamiin
“Jikalau HATI sejernih AIR, janganlan biarkan IA keruh, Jikalau HATI seputih AWAN, jangan biarkan dia mendung, Jikalau HATI seindah BULAN, hiasi IA dengan IMAN dan Taqwa dan Jikalau hati sudah bercahaya jangan biarkan cahaya itu tertutup dosa". Mari kita saling memaafkan.
Oh iya, sebelas bulan kita bercengkrama, terkadang terumbar napsu amarah, Alhamdulillah sebulan penuh Kita gelar puasa, moga membakar segala dosa yang tercipta. Di Hari suci nan fitri nanti, mari kita cuci hati ini, kita buka pintu maaf selebar-lebarnya, kita rengkuh uluran tangan saudara kita dengan suka dan cinta, agar kita kembali kepada fitrah insani.
Guru mengaji mengatakan: “Fitrah sejati adalah meng-Akbarkan ALLAH dan Syariat-Nya di alam jiwa ini, di dunia nyata, didalam segala gerak di sepanjang nafas dan langkah. Semoga seperti itulah diri Kita di Hari kemenangan ini...ALLAHUAKBAR.
MINAL AIDZIN WAL FAIDZIN, MOHON MAAF LAHIR DAN BATIN, "TAKOBBALALLAHU MINNA WAMINKUM SHIYAMANA WASHIYAMAKUM WATAQOBBAL YAA KARIM. AAMIIN."
Selamat Berlebaran, Berlibur dikampung halaman, buat suasana yang nyaman, jangan LUPA oleh-oleh segenggaman dan kembali bekerja dengan aman. Asyik pulang kampung bersama keluarga, bertemu dengan sanak famili, bertemu dengan orang-orang yang dicintai, bertemu dengan kekasih yang telah lama dinanti.
No comments:
Post a Comment