PortalRenungan.
Diantara wakaf benda bergerak yang ramai dibincangkan belakangan adalah wakaf yang dikenal dengan istilah cash waqf. Cash Waqf diterjemahkan dengan wakaf tunai, namun kalau menilik objek wakafnya, yaitu uang, lebih tepat kiranya kalau cash waqf diterjemahkan dengan wakaf uang.
Wakaf tunai adalah wakaf-wakaf yang dilakukan seseorang, kelompok orang dalembaga atau badan hukum dalam bentuk uang tunai. Juga termasuk ke dalam pengertian uang adalah surat-surat berharga, seperti saham, cek dan lainnya.
Hukum wakaf tunai telah menjadi perhatian para fuqaha (juris Islam). Beberapa sumber menyebutkan bahwa wakaf uang telah dipraktekkan oleh masyarakat yang menganut mazhab Hanafi. Terdapat perbedaan pendapat mengenai hokum wakaf tunai. Imam Al-Bukhari (wafat tahun 256 H) mengungkapkan bahwa Imam Az-Zuhri (wafat tahun 124 H) berpendapat dinar dan dirham (keduanya mata uang yang berlaku di Timur Tengah) boleh diwakafkan. Caranya ialah dengan menjadikan dinar dan dirham itu sebagai modal usaha (dagang), kemudian menyalurkan keuntungannya sebagai wakaf.
Wahbah Az-Zuhaili juga mengungkapkan bahwa mazhab Hanafi membolehkan wakaf tunai sebagai pengecualian, atas dasar Istihsan bi al-“Urfi, karena sudah banyak dilakukan masyarakat. Mazhab Hanafi memang berpendapat bahwa hukum yang ditetapkan berdasarkan ‘urf (adapt kebiasaan) mempunyai kekuatan yang sama dengan hukum yang ditetapkan berdasarkan nash (teks).
Dasar argumentasi mazhab Hanafi adalah hadits yang diriwayatkan oleh Abdullah bin Mas’ud, r.a yang artinya, “ Apa yang dipandang baik oleh kaum muslimin, maka dalam pandangan Allah adalah baik, dan apa yang dipandang buruk oleh kaum muslimin maka dalam pandangan Allah pu buruk.”
Cara melakukan wakaf tunai (mewakafkan uang), menurut mazhab Hanafi ialah dengan menjadikanya modal usaha dengan cara mudharabah atau mubadha’ah, Sedang keuntungannya disedekahkan kepada pihak wakaf.
Ibn Abidin, mengemukakan bahwa wakaf tunai yang dikatakan merupakan kebiasaan yang berlaku dimasyarakat adalah kebiasaan yang berlaku di wilayah Romawi, sedangkan di negeri lain wakaf tunai bukan merupakan kebiasaan. Karena itu Ibn Abidin berpandangan bahwa wakaf tunai tidak boleh atau tidak sah.
Yang juga berpandangan bahwa wakaf tunai tidak boleh adalah mazhab Syafi’i. Menurut Al-Bakri, mazhab Syafi’i tidak membolehkan wakaf tunai, karena dirham dan dinar (baca:uang) akan lenyap ketika dibayarkan sehingga tidak ada lagi wujudnya.
Perbedaan pendapat di atas, bahwa alasan boleh dan tidak bolehnya wakaf tunai berkisar pada wujud uang. Apakah wujud uang itu setelah digunakan atau dibayarkan, masih ada seperti semula, terpelihara, dan dapat menghasilkan keuntungan lagi pada waktu yang lama ?
Namun kalau melihat perkembangan sistem perekonomian yang berkembang sekarang, sangat mungkin untuk melaksanakan wakaf tunai, misalnya uang yang diwakafkan itu dijadikan modal usaha seperti yang dikatakan oleh mazhab Hanafi atau diinvestasikan dalam wujud saham di perusahaan yang binafide atau didepositokan di perbankan Syari’ah, dan keuntungannya dapat disalurkan sebagai hasil wakaf.
Wakaf tunai yang diinvestasikan dalam wujud saham atau deposito, wujud atau lebih tepatnya nilai uang tetap terpelihara dan menghasilkan keuntungan dalam jangka waktu lamalama.
No comments:
Post a Comment