Saturday, 17 December 2016

Keteladanan dalam Beramar Ma'ruf Nahy Munkar

PortalRenungan.



Keteladanan adalah cara yang paling baik untuk mengajak kepada kebaikan dan mencegah dari kemungkaran. Karena ketika kita akan mengajak orang lain untuk berbuat kebaikan, tentunya kita harus mampu mengajak diri kita berbuat baik pula. 

Ada Ulama berkata, "Mulailah dari diri sendiri, mulailah dari yang kecil dan mulailah sekarang juga." 

Hal ini mengisyaratkan pada kita untuk selalu mengevaluasi akhlaq kita sendiri dan apa yang sudah kita lakukan untuk kebaikan umat ini.

Keteladanan dan perbaikan diri seorang Dai adalah laksana dua sisi mata uang yang tidak dapat dipisahkan. Ketika perbaikan diri selalu kita lakukan, maka apa yang dilakukan bisa menjadi contoh bagi orang-orang yang kita ajak menuju kebenaran. Kita mengajak mereka dengan perkataan dan perbuatan. 

Ar-Razi berkata bahwa qudwah bermakna uswah. Uswah ada dua macam. Pertama, uswah hasanah (teladan yang baik). Tentang hal ini Allah Subhanahu wa Ta'ala berfirman, "Sesungguhnya telah ada pada (diri) Rasulullah itu suri teladan yang baik bagimu, (yaitu) bagi orang yang mengharap (rahmat Allah dan kedatangan) hari kiamat." (QS. Al-Ahzâb: 21)

Kedua, uswah sayyi’ah (teladan yang buruk), seperti yang dikatakan oleh orang-orang musyrik ketika diajak memeluk Islam oleh para Rasul, "Sesungguhnya kami mendapati Bapak-Bapak kami menganut suatu agama dan sesungguhnya kami orang-orang yang dapat petunjuk dengan (mengikuti) jejak mereka." (QS. Az-Zukhruf: 22)

Jika seorang Dai perbuatannya tidak sesuai dengan apa yang ia katakan, niscaya dakwah yang ia lakukan bisa menjadi bumerang bagi dirinya, karena sebagai Dai, ia harus mampu mempertanggungjawabkan setiap kalimat yang ia lontarkan. 

Bahkan bisa jadi, orang-orang yang sedianya menerima ajakan kebenaran itu akan berpaling dan kemungkinan malah mencerca Sang Dai. Ibarat lilin yang menerangi kegelapan, tetapi lilin itu membakar dirinya sendiri. 

Mereka adalah orang-orang yang mengajarkan kebaikan kepada orang lain sementara dirinya melupakan apa yang seharusnya ia lakukan. 

Hal ini diisyaratkan dalam Al-Quran surah As-Shaf ayat 2 dan 3: 
"Hai orang-orang yang beriman, mengapa kamu mengatakan apa yang tidak kamu perbuat? Amat besar kebencian di sisi Allah bahwa kamu mengatakan apa-apa yang tiada kamu kerjakan."

Al-Hasan Al-Bashri berkata, "Nasihatilah manusia dengan perbuatanmu dan jangan beri nasihat dengan ucapanmu." Beliau juga mengatakan, "Yang disebut al-wa’idz, pemberi nasihat, adalah 5 yang memberi nasihat kepada manusia dengan perbuatannya, tidak dengan ucapannya. 

Hal ini menjadi sifat dirinya. Apabila hendak memerintahkan sesuatu, ia memulai dari dirinya sendiri, dengan melakukannya. Apabila hendak melarang sesuatu maka terlebih dahulu menghindarinya. 

Barang siapa mengabaikan dirinya dan menjadi budak nafsunya maka tidak mungkin baginya dapat mencegah orang lain."

Seorang dai akan senantiasa mengevaluasi dirinya setiap saat dari apa yang telah ia perbuat. Dan mampu menjadikan dirinya suri teladan kebaikan bagi umat manusia.

Semoga bermanfaat. 

Oleh: Rochma Yulika

LINK eBOOK TERPOPULER:




No comments:

Post a Comment