Friday, 14 August 2015

Ruang Lingkup Kajian Fiqh

PortalRenungan.
Fiqh adalah kata yang cukup akrab bagi setiap Muslim. Tapi apakah sebenarnya fiqh itu? Samakah ia dengan syariat? Kalau tidak apa perbedaan keduanya?


Fiqh menurut bahasa berarti faham. Sedang dalam terminologi Islam fiqh adalah hukum-hukum Islam tentang perilaku dan perbuatan manusia. Sedangkan syari'at adalah keseluruhan hukum yang diperuntukan oleh Allah SWT bagi manusia guna mencapai kebahagiaan dunia dan akhirat. Jadi, cakupan kata syari'at lebih luas daripada fiqh. Fiqh hanya membahas tentang perilaku, sedangkan syariat selain membahas perilaku dan perbuatan juga mengulas masalah-masalah aqidah, keimanan dan keyakinan.

Hukum mempelajari fiqh
Mempelajari fiqh mempunyai dua hukum. Fardhu 'ain dan fardhu kifayah. Fardhu 'ain (wajib bagi setiap individu) mempelajari hal-hal yang dibebankan kepada setiap Muslim. Seperti mempelajari tata cara bersuci, shalat, puasa, dan lain-lain. Sedangkan mempelajari selain itu hukumnya adalah fardhu kifayah (wajib bagi sebuah komunitas Muslim, yang jika sebagian sudah melaksanakannya, maka gugurlah kewajiban itu bagi yang lainnya. Tetapi jika tak ada satupun yang melaksanakannya maka keseluruhan anggota komunitas tersebut menanggung dosa), seperti mempelajari tata cara pengurusan jenazah, fiqh politik, dan lain-lain.

Sumber-sumber hukum fiqh
Fiqh adalah produk ijtihad para ulama. Mereka menyarikan hukum-hukum fiqh tersebut dari sumber-sumbernya, yaitu:
Al-Qur'an.

Hadits, yaitu ucapan, perilaku, ketetapan dan sifat-sifat yang dinisbatkan kepada nabi Muhamad SAW. Namun tidak semua hadits dapat dijadikan dalil atau sumber pengambilan hukum. Sebab hanya hadits-hadits yang diyakini berasal dari Rasulullah SAW. atau mempunyai indikasi kuat berasal darinyalah yang dapat dijadikan pedoman.

Ijma', yaitu kesepakatan seluruh ulama-ulama mujtahid pada suatu masa tentang sebuah hukum. 

Qiyas, yaitu menyamakan hukum sesuatu yang tidak ada di dalam Al-Qur'an dan hadits dengan hukum sesuatu yang di atur dalam Al-Qur'an dan hadits karena adanya persamaan kedua hal tersebut. Contoh Al-Qur'an menyebutkan bahwa minuman keras adalah haram. Ekstasi adalah barang baru yang tidak disebut dalam Al-Qur'an maupun hadits. Karena ekstasi bisa menimbulkan efek yang sama dengan minuman keras (memabukkan dan menghilangkan akal) maka hukumnya disamakan dengannya yaitu haram.

Setiap hukum harus mempunyai landasan dari sumber-sumber hukum tersebut. Jika tidak maka itu tidak boleh diamalkan. Contohnya adalah hukum yang memperbolehkan seorang wanita menjadi imam solat bagi makmum laki-laki. Alasannya adalah bahwa laki-laki itu setara dengan wanita. Kalau laki-laki boleh mengimami wanita maka wanitapun juga boleh menjadi imam bagi laki-laki. Karena hukum ini tidak berdasar pada sumber-sumber hukum di atas dan hanya merupakan pertimbangan akal, maka tidak bisa dibenarkan dan karenanya tidak boleh diamalkan.

Ruang lingkup bahasan fiqh
Sesuai dengan definisi fiqh diatas maka seluruh perbuatan dan perilaku manusia merupakan medan bahasan ilmu fiqh. Ruang lingkup yang demikian luas ini biasanya dibagi dalam beberapa kelompok, yaitu:
• Thaharah, yaitu hal ihwal bersuci, baik dari najis maupun dari hadats.
• Ibadah, yang berisi tentang tata cara beribadah seperti sholat, puasa, zakat dan haji.
• Muamalat, yang membahas tentang bentuk-bentuk transaksi dan kegiatan-kegiatan ekonomi.
• Munakahat, yaitu tenatang pernikahan, perceraian dan soal-soal hidup berumah tangga.
• Jinayat, yang mengulas tentang perilaku-perilaku menyimpang (mencuri, merampok, zina dan lain-lain) dan sangsinya
• Faraidh, yang membahas tentang harta warisan dan tata cara pembagiannya kepada yang berhak.
• Siyasat, yaitu hal-hal yang berkaitan dengan aktifitas politik, peradilan, kepemimpinan dan lain-lain.
• Singkat kata, seluruh perbuaatan manusia, baik yang masuk dalam ketujuh kelompok di atas maupun tidak semuanya mempunyai hukum. Yaitu salah satu diantara lima hukum dibawah ini:

1. Wajib, yaitu sesuatu yang harus dikerjakan. Jika dikerjakan maka pelakunya memperoleh pahala dan jika ditinggalkan maka ia menuai dosa. Kata lain dari wajib adalah fardlu atau hatm. Wajib ini ada dua macam: 

o Wajib 'ain (fardhu 'ain), yaitu kewajiban yang dibebankan kepada setiap individu Muslim. Contoh: sholat, puasa, zakat dan lain-lain. 

o Wajib kifayah (fardhu kifayah), yaitu kewajiban yang dibebankan kepada sebuah komunitas Muslim. Jika salah satu dari anggota komunitas itu sudah melaksanakannya maka gugurlah kewajiban itu ataas yang lain. Tapi jika tak ada satupun yang melaksanakannya maka setiap anggota komunitas tersebut berdosa. Contoh: memandikan mayit, mensholatkan dan menguburkannya.

2. Sunnah, yaitu sesuatu yang jika dikerjakan maka pelakunya mendapat pahala namun jika ditinggalkan ia tidak berdosa. Contoh: Sholat tarawih, puasa Senin Kamis, sholat tahajjud dan lain-lain. 

Mubah, yaitu sesuatu yang boleh dikerjakan dan boleh ditinggalkan tanpa bernilai pahala dan dosa. Contoh: makan, minum, tidur dan lain-lain. Namun hal-hal yang masuk dalam kategori mubah ini bisa benilai pahala jika disertai dengan niat.

3. Makruh, yaitu sesuatu yang jika ditinggalkan pelakunya mendapat pahala namun jika ditinggalkan ia tidak berdosa. Contoh: minum dengan tangan kiri dan lain-lain.
Haram, yaitu sesuatu yang jika ditinggalkan pelakunya mendapat pahala dan jika dikerjakan ia berdosa. Contoh: zina, meminum minuman keras, menggunjing dan lain-lain. Wallahu a'lam bishshowab

Bagaimana Ikhtilaf (Perbedaan/Perselisihan Pendapat) Itu Terjadi?

"Membaca qunut dalam shalat adalah sunnah, dan meninggalkannya pun juga sunnah." Itulah komentar Ibnul Qoyyim tentang perbedaan pendapat para ulama tentang qunut. Sebab, memang di sana ada riwayat yang menyatakan bahwa Rasulullah SAW membacanya dalam shalat, namun ada juga hadits yang meriwayatkan bahwa Rasulullah SAW meninggalkannya.

Tapi kenyataan di masyarakat kita berbeda. Berseteru gara-gara qunut bahkan sampai saling mencaki-maki adalah peristiwa yang sering kita dengar. Ironis memang, hanya gara-gara qunut yang sunnah, lantas meninggalkan yang wajib; menjaga persatuan umat dan berbuat baik terhadap sesama muslim.

Perbedaan adalah Fithrah
Tak ada sesuatu yang persis sama di dunia ini. Meski ada, hanyalah terbatas pada beberapa hal kecil saja. Itulah sunnatullah. Bukti kekuasaan Allah SWT yang tak terhingga. Dengan perbedaan, dunia menjadi penuh warna, dimana manusia dapat saling melengkapi satu-sama lain, dan bahkan saling tolong-menolong.

Manusia diciptakan oleh Allah SWT dengan kemampuan yang berbeda-beda. Ada yang berotak brilian dan ada yang biasa. Karena itu, perbedaan pendapat adalah hal yang lumrah, bukan hal tercela.

Hal seperti ini juga terjadi pada para ulama. Pengetahuan dan kemampuan yang berbeda-beda akhirnya menghasilkan ijtihad yang berbeda pula. Bagi yang sering mengkaji kitab-kitab perbandingan madzhab, selisih pendapat di antara mereka bukanlah hal asing, karena berbeda pendapat dalam menghukumi sesuatu telah ada sejak zaman shababat ra. Contohnya saja, keputusan Khalifah Abu Bakar untuk memerangi orang-orang yang menolak membayar zakat, disepakati setelah melalui musyawarah yang diwarnai silih beda pendapat. Atau antara Umar ra. dan Utsman ra. dalam masalah pembukuan Al-Qur'an, serta banyak lagi.

Ikhtilaf Dalam Hukum Fiqih
Ikhtilaf atau perbedaan pendapat dalam hukum fiqih disebabkan oleh banyak hal, antara lain :

1. Perbedaan para ulama dalam memahami teks Al-Qur'an dan Hadits
Teks Al-Qu'ran dan Hadits kadang membuka peluang untuk dipahami secara berbeda, misalnya dengan adanya kata yang mempunyai lebih dari satu makna. Perbedaan pemahaman itu melahirkan perbedaan penghukuman. Contohnya kata "la mastum" dalam surah Al-Maidah ayat 6. Kata itu bisa berarti "bersentuhan" dan bisa berarti "hubungan suami istri". Yang mengartikannya, sebagai hubungan suami istri, akan mengeluarkan pendapat bahwa bersentuhan saja dengan wanita tidak membatalkan wudlu, tapi yang mengartikannya sebagai bersentuhan, akan menghukumi batal wudlu, bila kulit wanita dan pria bersinggungan.

2. Perbedaan pengetahuan mereka tentang Hadits
Orang yang paling tahu dan mengerti Hadits-Hadits Rasulullah SAW adalah para shahabat. Sepeninggalan Nabi, para shahabat menyebar ke berbagai daerah untuk mensyiarkan Islam, antara lain Irak, Kufah, Mesir, dll. Kendati begitu, sebagian besar mereka tetap berdomisili di Madinah. Wal hasil, kota yang banyak didiami oleh banyak shahabat lebih menguasai hadits dibanding kota yang hanya memiliki sedikit shahabat, dan ini berdampak pada pengambilan hukum. Ulama-ulama Irak, misalnya, lebih cenderung menggunakan ra'yu (pendapat sendiri) yang tetap sejalan dengan Al-Qur'an karena sedikitnya perbendaharaan hadits mereka dan ditambah pula dengan banyak beredarnya hadits-hadits palsu, ketimbang ulama-ulama Madinah yang kaya perbendaharaan haditsnya. Akibat pengetahuan terhadap hadits yang berbeda-beda inilah akhirnya terlahir ijtihad yang berbeda pula.

3. Perbedaan mereka dalam menilai Hadits
Para ulama kadang berbeda pendapat dalam menilai sebuah hadtis. Imam Malik menyatakan bahwa hadits a itu shahih, namun setelah mengadakan penelitian lebih lanjut, Imam Syafi'i mengatakan bahwa hadits tersebut dhaif, lemah, sehingga tidak dapat dijadikan sandaran hukum.

Salah satu penyebab ikhtilaf tadi adalah perbedaan mereka dalam memverifikasi para perawi hadits. Menurut A si anu (perawi hadits) itu bisa dipercaya (adil), namun B mengatakan ia kurang kredibel. 

Di samping perbedaan dalam menilai keshahihan hadits, kadang mereka juga berbeda pendapat tentang status hadits tertentu. Apakah ia bisa dijadikan hujjah (sandaran hukum) atau tidak. Misalnya hadits mursal tabi'i (hadits yang silsilah perawinya terputus pada tabi'in), Imam Abu Hanifah dan Imam Malik menerimanya untuk dijadikan hujjah, sementara Imam Syafi'i menolak.

4. Perbedaan waktu, tempat dan kondisi
Para ulama hidup pada kurun waktu dan tempat yang berbeda-beda, yang akhirnya melahirkan tabiat dan karakter yang berbeda pula. Dan ini berdampak pada pengambilan hukum. Contohnya Umar bin Abdul Aziz, sewaktu menjadi Gubernur Madinah, ia menerima klaim seseorang hanya dengan satu saksi laki-laki dan sumpah. Tapi ketika ia menjadi khalifah dan tinggal di Syam, tidak menerima klaim seseorang kecuali dengan dua saksi laki-laki atau satu laki-laki dan dua perempuan. Ketika ditanya tentang hal itu, ia menjawab, "Kami sungguh mendapati penduduk Syam berada dalam kondisi dan tradisi yang berbeda dengan Madinah."

5. Perbedaan mereka dalam mensikapi dalil-dalil yang kelihatan kontradiktif

Contohnya hadits-hadits berikut :
a. La sholata illa bifatihatil kitab (tidaklah sah shalat seseorang tanpa membaca surah al-Fatihah).
b. Idza qara'al imamu fa anshitu (jika Imam sedang membaca Al-Qur'an, dengarkanlah).
c. Man kana lahu imam, faqira'atahu lahu qira'ah (barang siapa bersama imam, cukuplah baginya bacaan imam).

Berdasarkan ketiga hadits ini, para ulama berbeda pendapat tentang apakah makmum wajib membaca al-Fatihah atau tidak. Imam Syafi'i berpendapat bahwa makmum wajib membaca al-Fatihah berdasarkan hadits pertama. Imam Hanbali berkata bahwa jika imam membaca keras, makmum tidak perlu membaca al-Fatihah, tapi jika imam tidak membaca keras, makmum wajib membacanya. Dalam hal ini, Imam Hanbali mengkompromikan hadits pertama dan kedua. Sedang menurut Imam Hanafi, seorang makmum tidak wajib membaca apapun berdasarkan hadits yang ketiga.

6. Perbedaan mereka dalam menggunakan dalil-dalil mukhtalaf (yang diperselisihkan.
Sebagian besar ulama sepakat dalam menggunakan Al-Qur;an, al-Hadits, Ijma' dan Qiyas sebagai dalil atau sandara hukum. Namun, selain empat unsur tadi, masih ada dalil-dalil yang diperselisihkan oleh para ulama dalam kaitannya sebagai sumber hukum.

Dalil-dalil mukhtalaf itu antara lain :
a. Perkataan atau pendapat Shahabat.
b. Ijma' penduduk Madinah
c. Istihsan
d. Istishab
e. Mashalih Mursalah
f. Tradisi,. dsb.

Itulah hal-hal yang menyebabkan para ulama berbeda pendapat. Sebuah perbedaan yang timbul karena hal-hal yang sangat manusiawi. Karenanya, perbedaan seperti itu tidak tercela. Bahkan Rasulullah SAW bersabda, "Barang siapa berijtihad dan ia benar, baginya dua pahala. Dan jika salah, baginya satu pahala"

Maka tidak sepatutnya perbedaan pendapat dan madzhab menjadi perpecahan, pertikaian, dan fanatismu (taashshub). Allah berfirman, "Wa'tashimu bihablillah jami'an wa la tafarraqu, " (QS. Ali Imran : 103). Artinya : Berpeganglah kamu semua pada tali Allah dan janganlah berpecah belah. Wallahu 'alam bish-showab.

Thursday, 13 August 2015

Hukum Bermuamalah Dengan Orang Kafir

PortalRenungan.
Pertama, boleh melakukan transaksi dengan mereka dalam perdagangan dan sewa-menyewa selama alat tukar, keuntungan, dan barangnya dibolehkan oleh syariat Islam. Jika alat tukarnya diharamkan (misalnya khamr dan daging babi) atau keuntungannya diharamkan (seperti bunga dan riba) atau barangnya diharamkan (seperti anggur yang akan dijadikan khamr) atau memiliki dan menyewakan barang untuk perbuatan haram, itu semua diharamkan oleh syariat Islam, begitu pula barang yang digunakan orang kafir dalam memerangi kaum muslimin.

Kedua, wakaf mereka, baik untuk diri mereka sendiri atau orang lain, dibolehkan selama hal itu merupakan wakaf terhadap kaum muslimin yang dibolehkan. Misalnya, derma terhadap fakir miskin, perbaikan jalan, derma terhadap ibnu sabil, dan semacamnya. Jika ia memberi wakaf kepada anaknya dengan syarat anaknya harus kembali kafir, haram menandatangi wakaf tersebut. Jika mereka memberi wakaf untuk gereja mereka, juga haram ditandatangani secara hukum, karena hal itu mengandung makna menolong mereka dalam kekufuran.

pasang iklan

Ketiga, seorang muslim laki-laki boleh menikahi wanita ahli kitab, baik Yahudi maupun Nasrani. Sebagian ulama berpendapat bahwa ketika menikahi wanita ahli kitab akan menimbulkan mudarat bagi si laki-laki muslim, khususnya fitnah terhadap agamanya dan semacamnya, maka pernikahan itu diharamkan.

Keempat, boleh memberi pinjaman dan atau meminjam dari mereka walaupun dengan cara menggadaikan barang. Sebab, diriwayatkan bahwa Rasulullah saw. meninggal dunia sedangkan baju perangnya digadaikan kepada seorang Yahudi.

Kelima, orang kafir boleh melakukan perdagangan di negeri kaum muslimin selama perdagangan itu pada hal-hal yang dibolehkan secara syar'i, dan mereka harus menyerahkan sepuluh persen keuntungannya sebagai pajak yang harus digunakan bagi kepentingan umum kaum muslimin.

Keenam, ahli kitab yang berada dalam perlindungan keamananan kaum muslimin harus membayar penuh.

Ketujuh, jika ahli kitab itu tidak sanggup membayar jizyah, maka ia dibebaskan, dan jika ia miskin, maka ia disantuni dari Baitul Mal kaum muslimin.

Kedelapan, haram membolehkan mereka membangun rumah ibadah mereka di negeri muslim, dan geraja yang terdapat di negeri kafir yang dimasuki kaum muslimin tidak boleh dihancurkan, tetapi bila bangunan itu sudah runtuh, maka tidak boleh memperbaharui bangunannya.

Kesembilan, hukum yang diberlakukan pada mereka harus dihapus, jika dalam agama mereka hal itu merupakan kebolehan. Tetapi, haram menyampaikan itu secara terang-terangan kepada mereka.

Kesepuluh, jika perbuatan itu haram dalam agama mereka, lalu mereka melakukannya, mereka harus dihukum.

Kesebelas, orang dzimmi (non-muslim yang berada di negeri muslim) dan mu'ahid (non-muslim yang mempunyai perjanjian damai dengan negeri muslim) tidak boleh diganggu selama mereka melaksanakan kewajiban mereka dan tetap mematuhi perjanjian.

Kedua belas, hukum qisas atas nyawa dan seterusnya juga diberlakukan terhadap mereka.

Ketiga belas, boleh melakukan perjanjian damai dengan mereka, baik karena permintaan kita maupun karena permintaan mereka selama hal itu mewujudkan maslahat umum bagi kaum muslimin dan pemimpin kaum muslimin sendiri cenderung ke arah itu, berdasarkan firman Allah Taala yang artinya, "Dan jika mereka condong kepada perdamaian, maka condonglah kepadanya…." (Al-Anfal: 61). Tetapi, perjanjian damai itu harus bersifat sementara dan tidak mutlak.

Keempat belas, darah, harta, dan kehormatan kaum dzimmi dan mu'ahid adalah haram.

Kelima belas, jika mereka tergolong ahlul harbi (harus diperangi), tidak boleh memerangi mereka sebelum diberi peringatan.

Keenam belas, orang kafir yang tidak terlibat dalam memerangi kaum muslimin, baik dengan pendapat dan perencanaan maupun dengan dirinya secara langsung (seperti anak-anak, wanita, rahib dalam rumah ibadahnya, orang tua jompo, orang sakit, dan semacamnya) tidak boleh diganggu dan diperangi.

Ketujuh belas, orang yang berlari menghindari berperang dengan mereka tidak boleh dibekali dan apa yang ditinggalkannya dianggap harta rampasan perang.

Kedelapan belas, jika pemimpin kaum muslimin menyatakan sahnya kepemilikan mereka atas tanah, hak itu dianggap sah dan benar. Namun, mereka harus membayar pajak dan tanah. Jika tidak mau membayarnya, tanah itu harus diserahkan kepada kaum muslimin untuk dibangun. Hal ini jika negeri mereka dibebaskan kaum muslimin dengan perang, karena statusnya adalah harta rampasan perang.

Kesembilan belas, jika orang kafir itu termasuk ahlul harbi (wajib diperangi), mereka boleh dijadikan budak, baik laki-laki maupun wanita, selama belum ada perjanjian damai dengan mereka.

Wednesday, 12 August 2015

Syirik Dan Fenomenanya

PortalRenungan.
Ketika seluruh ibadah itu hanya diperuntukkan bagi Allah SWT semata dan menolak ibadah yang diperuntukkan kepada selain Allah SWT, maka inilah ajaran tauhid yang sebenarnya yang dibawa oleh para rasul, dari mulai Adam as sampai kepada Muhammad saw. Sedangkan lawannya adalah menyekutukan Allah SWT, yaitu memperuntukkan segala ibadah kepada selain Allah SWT di samping kepada Allah, atau diperuntukkan hanya kepada selain Allah SWT. Inilah perbuatan syirik yang pada umumnya dilakukan oleh orang-orang musyrik, yang menimbulkan pertentangan antara seluruh rasul dengan umatnya.

Syirik kepada Allah SWT itu dapat dibagi menjadi dua bagian.
Pertama, syirik besar. Yaitu, syirik yang dapat menafikan (meniadakan ketauhidan secara menyeluruh, yang dapat mengeluarkan pelakunya dari agama Islam (murtad), dan mewajibkan pelakunya kekal di dalam neraka, apabila dia mati dalam keadaan syirik, karena Allah SWT tidak akan mengampuninya. Hal ini sesuai dengan firman Allah SWT yang artinya, "Sesungguhnya Allah itu tidak akan mengampuni dosa syirik, dan Dia mengampuni segala dosa selain (syirik) itu bagi siapa yang dikehendaki-Nya. Barangsiapa yang mempersekutukan Allah, maka sesungguhnya ia telah berbuat dosa yang besar." (An-Nisaa': 48).


"Sesungguhnya Allah tidak mengampuni dosa mempersekutukan (sesuatu) dengan Dia. Dan Dia mengampuni dosa selain dari syirik itu bagi siapa yang dikehendaki-Nya. Barangsiapa yang mempersekutukan (sesuatu) dengan Allah, maka sesungguhnya ia telah tersesat sejauh-jauhnya." (An-Nisaa': 116).

"Sesungguhnya telah kafirlah orang-orang yang berkata: 'Sesungguhnya Allah adalah al-Masih putra Maryam,' padahal al-Masih (sendiri) berkata: 'Hai Bani Israel, sembahlah Allah Tuhanku dan Tuhanmu.' Sesungguhnya orang yang mempersekutukan (sesuatu dengan) Allah, maka pasti Allah mengharamkan kepadanya surga, dan tempatnya adalah neraka, tidaklah ada bagi orang-orang yang zalim itu satu penolong pun." (Al-Maidah: 72). Dan, firman-firman Allah dalam ayat yang lain.

Dari Ibnu Mas'ud r.a. seraya berkata, Aku mendengar Rasulullah saw. bersabda, "Orang yang mati dalam keadaan mempersekutukan Allah dengan sesuatu, niscaya ia akan dimasukkan ke dalam neraka." Dan aku (Ibnu Mas'ud) berkata, "Orang yang mati dalam keadaan tidak mempersekutukan Allah dengan sesuatu, niscaya dia akan dimasukkan ke dalam surga." (HR Bukhari).

Dari Jabir bin Abdullah r.a. berkata, "Seseorang laki-laki datang kepada Nabi saw., lalu bertanya, 'Wahai Rasulullah saw., apa yang dimaksud dengan dua hal yang pasti dipenuhi?' Kemudian, Rasulullah saw. Bersabda, "Barangsiapa mati dalam keadaan tidak menyekutukan Allah dengan sesuatu, niscaya dia masuk surga. Dan barangsiapa mati dalam keadaan mempersekutukan Allah dengan sesuatu, niscaya dia masuk neraka." (HR Muslim).

Selain hadis tersebut di atas masih banyak hadis-hadis dan keterangan lainnya yang mengandung peringatan Rasulullah saw. kepada umatnya tentang syirik dan beberapa perantaranya. Rasulullah saw. melarang seseorang untuk melakukan tindakan yang berlebihan dalam mengagungkan makhluk, menjadikan kuburan sebagai masjid dan tempat berkunjung (ziyarah), dan beliau melarang membuat bangunan di atas kuburan, menyalakan lampu di atasnya, serta beliau pun menjelaskan tentang ziarah kubur yang disyariatkan sebagaimana beliau pun telah menjelaskan tawassul (membuat perantara) yang disyariatkan, dan menjelaskan pula tawassul yang bid'ah (diada-adakan) dan beliau pun melarangnya.

Di bawah ini akan dikemukakan sejumlah hadis Nabi saw. yang melarang perbuatan syirik dan wasilah-wasilahnya:
1. Dari Umar r.a., Rasulullah saw. telah bersabda, "Janganlah kalian menyanjungku seperti menyanjungnya orang-orang Nasrani kepada putra Maryam (Nabi Isa a.s.), karena aku ini hanya seorang hamba, maka katakanlah, 'Hamba Allah dan rasul-Nya'."

2. Dari Anas r.a. bahwa orang-orang telah berkata, "Wahai Rasulullah, wahai orang yang terbaik di antara kita dan putra terbaik di antara kita, dan wahai tuan kami dan putra tuan kami, maka Rasulullah saw. Bersabda, "Wahai manusia, katakanlah olehmu dengan perkataan atau dengan sebagian perkataanmu, dan janganlah kalian diperdaya oleh setan. Aku ini adalah Muhammad, seorang hamba Allah dan Rasul-Nya dan aku tidak senang kalian mengagungkanku melebihi kedudukanku, yaitu kedudukan yang telah diberikan oleh Allah Azza wa Jalla." (HR Ahmad, Nasa'i dan Ibnu Hibban).

3. Dari Aisyah r.a. bahwa Ummu Salamah menceritakan kepada Rasulullah saw. tentang sebuah gereja yang dilihatnya di negeri Habsyi yang diberi nama "Maria", lalu dia pun menceritakan tentang gambar yang dilihatnya yang ada di dalamnya. Kemudian, Rasulullah saw. bersabda, "Mereka itu adalah kaum yang apabila ada seorang hamba atau seorang lelaki yang saleh meninggal dari kalangan mereka, maka mereka akan membangun sebuah masjid di atas kuburannya dan mereka akan melukisnya di dalam masjid tersebut. Mereka itu adalah makhluk yang paling buruk di sisi Allah SWT." (HR Bukhari).

4. Dari 'Aisyah r.a. berkata, "Ketika ayat Alquran diturunkan kepada Rasulullah saw., beliau menutupi mukanya dengan telapak tangannya, apabila tidak jelas, maka beliau membuka mukanya, lalu beliau bersabda sebagai berikut: "Laknat Allah bagi orang-orang Yahudi dan Nasrani, di mana mereka menjadikan kuburan-kuburan para nabinya sebagai masjid." (HR Bukhari). Dalam hal ini beliau mengingatkan apa yang telah diperbuat oleh mereka.

5. Dari Abi Martsad al-Ghanawi r.a. berkata, Rasulullah saw. telah bersabda, "Janganlah kamu melakukan salat sambil menghadap ke kuburan dan janganlah kamu duduk di atasnya." (HR Muslim).

6. Dari Jabir r.a. berkata, "Nabi saw. melarang menangisi kuburan, mendudukinya, dan mendirikan bangunan di atasnya." (HR Muslim). Dan hadis-hadis yang lain.

Kedua, syirik kecil. Syirik yang ini tidak menyebabkan pelakunya keluar dari agama, tetapi dapat mengurangi pahala, dan terkadang dapat menghapuskan pahala amal kebaikan, seperti perbuatan riya. Hal ini berdasarkan sabda Rasulullah saw., "Sesuatu yang paling aku khawatirkan akan menimpa kalian adalah syirik kecil," para sahabat bertanya: "Wahai Rasulullah, apa yang dimaksud dengan syirik kecil itu? Beliau menjawab, "Riya'." Demikian juga halnya dengan sumpah atas nama selain Allah, sumpah dengan menyebut bapak-bapaknya, ibu-ibunya, anak-anaknya, atau sumpah dengan atas nama kepercayaan, dan lain-lain. Dari Abdullah bin Amar r.a., Rasulullah saw. telah bersabda, "Aku bertemu dengan Umar bin Khaththab yang bermaksud menaiki binatang tunggangannya sambil bersumpah dengan menyebut nama bapaknya, lalu Rasulullah saw. bersabda, "Ingatlah, sesungguhnya Allah melarang kalian untuk bersumpah dengan menyebut bapak-bapakmu. Barangsiapa yang hendak bersumpah, maka bersumpahklah dengan menyebut nama Allah atau diam sama sekali." (HR Bukhari).

Meskipun peringatan yang terdapat dalam hadis-hadis Nabi saw. itu sangat keras, tetapi banyak sekali kaum muslimin yang melakukan sesuatu yang dilarang oleh Allah SWT dan nabi-Nya. Dalam kenyataannya, banyak kaum muslimin yang banyak melakukan berbagai macam perbuatan syirik, sehingga kemusyrikan dan bid'ah sedemikian rupa dilakukan secara teratur seakan-akan hal tersebut merupakan perbuatan yang bersumber dari agama. 
Padahal, memperlihatkan ketauhidan dan kemurnian beragama itu hanya kepada Allah yang merupakan sesuatu yang telah diperintahkan oleh Allah, dan Rasul-Nya telah menjelaskannya sebagai sesuatu yang asing (mengada-ada). Orang yang berpegang teguh terhadap perintah tersebut dengan mencegah kemusyrikan dan perbuatan bid'ah, maka dia akan berhadapan dengan orang-orang bodoh dan orang-orang musyrik—dan tidak ada daya dan kekuatan selain atas pertolongan Allah—di mana mereka (orang-orang bodoh dan orang-orang musyrik) ini merupakan orang-orang yang menyebarkan kebencian kepada orang-orang yang saleh dan berpaling dari agama yang benar. Dengan demikian, kemungkaran di hadapan orang-orang yang sesat dianggap sebagai perbuatan baik, dan perbuatan yang baik dianggap sebagai perbuatan mungkar. Tidak ada daya dan kekuatan selain atas pertolongan Allah SWT.

Di antara perbuatan-perbuatan yang bertentangan dengan syariat yang dilakukan oleh umat dewasa ini di antaranya:

1. Mohon dikabulkan doanya dan meminta syafaat dari Rasulullah saw. ketika berada di makamnya.

Syekh Ibnu Taimiyyah berkata, "Di antara manusia itu ada yang menafsirkan firman Allah SWT, 'Sesungguhnya jikalau mereka ketika menganiaya dirinya datang kepadamu, lalu memohon ampun kepada Allah, dan rasul pun memohonkan ampun untuk mereka, tentulah mereka mendapati Allah Maha Penerima tobat lagi Maha Penyayang.' (An-Nisaa': 64). Mereka menafsirkannya, 'Jika kami memohonkan ampun dari Rasul-Nya setelah kematiannya, maka kami bagaikan orang-orang yang memohonkan ampun dari sahabatnya.' Padahal, dengan melakukan hal tersebut mereka telah bertentangan dengan ketentuan yang didasarkan kepada kesepakatan para sahabat, tabi'in, dan segenap kaum muslimin. Karena, tidak seorang pun dari mereka yang memohonkan pertolongan kepada Nabi saw. setelah beliau meninggal, dan meminta sesuatu darinya. Demikian juga, tidak ada seorang pun dari imam-imam kaum muslimin yang menjelaskan hal tersebut dalam kitab-kitabnya, yang menjelaskan bahwa perbuatan tersebut merupakan perintah para malaikat, para nabi, dan orang-orang saleh, yang apabila mereka meninggal dianjurkan untuk mengajukan permohonan di atas kuburan dan tempat mereka. Memohon kepada patung-patung merupakan jenis kemusyrikan yang sangat besar yang dilakukan oleh kaum musyrikin selain ahli kitab (Yahudi dan Nasrani). Sedangkan dalam bid'ah yang dilakukan oleh Ahli Kitab dan kaum muslimin yang melakukan kemusyrikan dan ibadah kepada selain Allah, merupakan perbuatan yang tidak diperintahkan oleh Allah."

2. Mengistimewakan berdoa dan beribadah di makam para nabi.
Orang yang melakukan perbuatan tersebut menyakini bahwa berdoa di kuburan para nabi itu pasti akan dikabulkan, atau beranggapan ahwa berdoa di kuburan para nabi itu lebih utama dibandingkan dengan berdoa di masjid-masjid dan di rumah-rumah, dan salat yang dilakukan di kuburan para nabi pasti akan diterima. Padahal, perbuatan tersebut termasuk kemungkaran dan bid'ah menurut kesepakatan para imam muslimin, dan perbuatan tersebut termasuk perbuatan yang diharamkan (dilarang).

3. Meminyaki makam dan menciumnya.
Syekh Ibnu Taimiyyah r.a. berkata, "Para ulama salaf telah sepakat bahwa tidak boleh memohon keselamatan dari kuburan para nabi, dan tidak dianggap baik melakukan salat di sisinya, dan tidak boleh memohon dikabulkan doa kepadanya. Karena, perbuatan tersebut termasuk dari sebab-sebab yang membawa kepada kemusyrikan dan sama dengan beribadah kepada berhala. Sebagaimana Allah SWT berfirman, 'Dan mereka berkata: 'Dan janganlah sekali-kali kamu meninggalkan (penyembahan) tuhan-tuhan kamu dan jangan pula sekali-kali kamu meninggalkan (penyembahan) wadd, dan jangan pula suwa' yaghuts, ya'uq, dan nashr.' (Nuh: 23). Sekelompok ulama salaf berpendapat, mereka itu adalah sekelompok orang saleh dari kaum Nuh a.s., yaitu ketika mereka meninggal, maka orang-orang beritikaf di atas kuburannya, lalu mereka membentuk patung-patungnya yang kemudian menyembahnya."

4. Memohon keberkahan dari orang-orang saleh dan mengagungkan mereka secara berlebih-lebihan.

Perbuatan tersebut ditunjukkan dengan mencium sesuatu yang berkaitan dengan orang-orang saleh, baik mencium badannya, pakaiannya, benda peninggalannya, mengagungkan kuburannya setelah meninggalnya dengan cara itikaf di atas kuburannya, melakukan salat di sisinya, berdoa di hadapannya, bersusah payah mengunjunginya, mengelilinginya, menyalakan lampu di atasnya, meminyakinya dan menciumnya. Perbuatan yang paling tercela dari sekian perbuatan itu adalah meminta untuk dikabulkan doa kepada mereka, padahal mereka telah meninggal, dan memohon pertolongan dan dicukupi segala kebutuhan kepada mereka, seluruh perbuatan tersebut termasuk perbuatan munkar yang keji.

5. Memohon keberkahan kepada pohon, batu, dan benda-benda lainnya.

Perbuatan tersebut dilakukan, baik dengan cara beritikaf, melakukan ibadah di sisinya, atau mengalungkan sobekan kain kepadanya. Semua perbuatan tersebut termasuk perbuatan yang tidak boleh dilakukan oleh seseorang muslim, karena perbuatan tersebut bersumber dari ajaran agama orang-orang musyrik dan bukan bersumber dari ajaran agama Islam. Syekh Ibnu Taimiyyah berkata, "Adapun pohon, batu, mata air, dan lain-lain termasuk sesuatu yang ditakuti oleh sebagian orang-orang awam, sehingga mereka biasa mengalungkan sobekan kain dan lain sebagainya. Maka, perbuatan tersebut termasuk perbuatan munkar dan bid'ah yang biasa dilakukan oleh orang-orang jahiliyah, dan sebagai perbuatan menyekutukan Allah SWT." (Biko).

Monday, 10 August 2015

Manhaj (Jalan) Golongan Yang Selamat Bagian 2

PortalRenungan.
Golongan yang selamat adalah yang Allah selamatkan atasnya dengan anugerah dan karunianya.

1. Golongan Yang Selamat ialah golongan yang setia mengikuti manhaj Rasulullah dalam hidupnya, serta manhaj para sahabat sesudahnya. Yaitu Al-Qur'anul Karim yang diturunkan Allah kepada Rasul-Nya, yang beliau jelaskan kepada para sahabatnya dalam hadits-hadits shahih. Beliau memerintahkan umat Islam agar berpegang teguh kepada keduanya.

pasang iklan

"Aku tinggalkan padamu dua perkara yang kalian tidak akan ter-sesat apabila (berpegang teguh) kepada keduanya, yaitu Kita-bullah dan Sunnahku. Tidak akan bercerai-berai sehingga kedua-nya menghantarku ke telaga (Surga)." (Di-shahih-kan Al-Albani dalam kitab Shahihul Jami')

2. Golongan Yang Selamat akan kembali (merujuk) kepada Kalamullah dan Rasul-Nya tatkala terjadi perselisihan dan pertentangan di antara mereka, sebagai realisasi dari firman Allah: 

"Kemudian jika kamu berselisih tentang sesuatu, maka kembali-kanlah ia kepada Allah (Al-Quran) dan Rasul (sunnahnya), jika kamu benar-benar beriman kepada Allah dan Hari Kemudian. Yang demikian itu lebih utama (bagimu) dan lebih baik akibat-nya."(Q. S. An-Nisaa': 59)

"Maka demi Tuhanmu, mereka (pada hakikatnya) tidak beriman hingga mereka menjadikan kamu hakim dalam perkara yang mereka perselisihkan, kemudian mereka tidak merasa keberatan dalam hati mereka terhadap putusan yang kamu berikan, dan mereka menerima dengan sepenuhnya." (Q. S. An-Nisaa': 65)

3. Golongan Yang Selamat tidak mendahulukan perkataan seseorang atas Kalamullah dan Rasul-Nya, realisasi dari firman Allah: 

"Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu mendahului Allah dan RasulNya dan bertakwalah kepada Allah. Sesungguh-nya Allah Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui." (Q. S. Al-Hu-jurat: 1)

Ibnu Abbas berkata:
"Aku mengira mereka akan binasa. Aku mengatakan, 'Nabi r bersabda, sedang mereka mengatakan, 'Abu Bakar dan Umar berkata'." (HR. Ahmad dan Ibnu 'Abdil Barr)

4. Golongan Yang Selamat senantiasa menjaga kemurnian tauhid
Mengesakan Allah dengan beribadah, berdo'a dan memohon pertolongan baik dalam masa sulit maupun lapang, menyembelih kurban, bernadzar, tawakkal, berhukum dengan apa yang diturunkan oleh Allah dan berbagai bentuk ibadah lain yang semuanya menjadi dasar bagi tegaknya Daulah Islamiyah yang benar. Menjauhi dan membasmi berbagai bentuk syirik dengan segala simbol-simbolnya yang banyak ditemui di negara-negara Islam, sebab hal itu merupakan konsekuensi tauhid. Dan sungguh, suatu golongan tidak mungkin mencapai kemenangan jika ia meremehkan masalah tauhid, tidak membendung dan memerangi syirik dengan segala bentuknya. Hal-hal di atas merupakan teladan dari para Rasul dan Rasul kita Muhammad SAW.

5. Golongan Yang Selamat senang menghidupkan sunnah-sunnah Rasulullah, baik dalam ibadah, perilaku dan dalam segenap hidupnya. 

Karena itu mereka menjadi orang-orang asing di tengah kaum-nya, sebagaimana disabdakan oleh Nabi:

"Sesungguhnya Islam pada permulaannya adalah asing dan akan kembali menjadi asing seperti pada permulaannya. Maka keuntungan besar bagi orang-orang yang asing."(HR. Muslim)

Dalam riwayat lain disebutkan:
"Dan keuntungan besar bagi orang-orang yang asing. Yaitu orang-orang yang (tetap) berbuat baik ketika manusia sudah rusak." (Al-Albani berkata, "Hadits ini diriwayatkan oleh Abu Amr Ad-Dani dengan sanad shahih")

6. Golongan Yang Selamat tidak berpegang kecuali kepada Kalamullah dan Kalam Rasul-Nya yang maksum, yang berbicara dengan tidak mengikuti hawa nafsu.

Adapun manusia selainnya, betapapun tinggi derajatnya, terkadang ia melakukan kesalahan, sebagaimana sabda Nabi SAW: 

"Setiap bani Adam (pernah) melakukan kesalahan, dan sebaik-baik orang yang melakukan kesalahan adalah mereka yang bertaubat." (Hadits hasan riwayat Imam Ahmad)

Imam Malik berkata, "Tak seorang pun sesudah Nabi melainkan ucapannya diambil atau ditinggalkan (ditolak) kecuali Nabi (yang ucapannya selalu diambil dan diterima)."

7. Golongan Yang Selamat adalah para ahli hadits.
Tentang mereka Rasulullah bersabda: 
"Senantiasa ada segolongan dari umatku yang memperjuangkan kebenaran, tidak membahayakan mereka orang yang menghinakan mereka sehingga datang keputusan Allah."(HR. Muslim)

Seorang penyair berkata, "Ahli hadits itu, mereka ahli (keluarga) Nabi, sekalipun mereka tidak bergaul dengan Nabi, tetapi jiwa mereka bergaul dengannya.

8. Golongan Yang Selamat menghormati para imam mujtahidin, tidak fanatik terhadap salah seorang di antara mereka. 

Golongan Yang Selamat mengambil fiqih (pemahaman hukum-hukum Islam) dari Al-Qur'an, hadits-hadits yang shahih, dan pendapat-pendapat imam mujtahidin yang sejalan dengan hadits shahih. Hal ini sesuai dengan wasiat mereka, yang menganjurkan agar para pengikutnya mengambil hadits shahih, dan meninggalkan setiap pendapat yang bertentangan dengannya.

9. Golongan Yang Selamat menyeru kepada yang ma'ruf dan mencegah dari yang mungkar.
Mereka melarang segala jalan bid'ah dan sekte-sekte yang menghancurkan serta memecah belah umat. Baik bid'ah dalam hal agama maupun dalam hal sunnah Rasul dan para sahabatnya. Mereka menyeru kepada kebenaran dan mencegah kemungkaran.

10. Golongan Yang Selamat mengajak seluruh umat Islam agar berpegang teguh kepada sunnah Rasul dan para sahabatnya. 

Sehingga mereka mendapatkan pertolongan dan masuk Surga atas anugerah Allah dan syafa'at Rasulullah SAW dengan izin Allah.

11. Golongan Yang Selamat mengingkari peraturan perundang-undangan yang dibuat oleh manusia apabila undang-undang tersebut bertentangan dengan ajaran Islam.

Golongan Yang Selamat mengajak manusia berhukum kepada Kitabullah yang diturunkan Allah untuk kebahagiaan manusia di dunia dan di akhirat. Allah Maha Mengetahui sesuatu yang lebih baik bagi mereka. Hukum-hukum-Nya abadi sepanjang masa, cocok dan relevan bagi penghuni bumi sepanjang zaman.

Sungguh, sebab kesengsaraan dunia, kemerosotan, dan mundurnya khususnya dunia Islam, adalah karena mereka meninggalkan hukum-hukum Kitabullah dan sunnah Rasulullah. Umat Islam tidak akan jaya dan mulia kecuali dengan kembali kepada ajaran-ajaran Islam, baik secara pribadi, kelompok maupun secara pemerintahan. Kembali kepada hukum-hukum Kitabullah, sebagai realisasi dari firmanNya:

"Sesungguhnya Allah tidak akan mengubah keadaan suatu kaum sehingga mereka mengubah keadaan yang ada pada diri mereka sendiri." (Q. S. Ar-Ra'ad: 11)

Golongan Yang Selamat mengajak seluruh umat Islam berjihad di jalan Allah.
Jihad adalah wajib bagi setiap Muslim sesuai dengan kekuatan dan kemampuannya. 

Jihad dapat dilakukan dengan:
Pertama, jihad dengan lisan dan tulisan: Mengajak umat Islam dan umat lainnya agar berpegang teguh dengan ajaran Islam yang shahih, tauhid yang murni dan bersih dari syirik yang ternyata banyak terdapat di negara-negara Islam. Rasulullah telah memberitakan tentang hal yang akan menimpa umat Islam ini.

Beliau bersabda:
"Hari Kiamat belum akan tiba, sehingga kelompok-kelompok dari umatku mengikuti orang-orang musyrik dan sehingga kelompok-kelompok dari umatku menyembah berhala-berhala." (Hadits shahih , riwayat Abu Daud, hadits yang semakna ada dalam riwayat Muslim)

Kedua, jihad dengan harta: Menginfakkan harta buat penyebaran dan peluasan ajaran Islam, mencetak buku-buku dakwah ke jalan yang benar, memberikan santunan kepada umat Islam yang masih lemah iman agar tetap memeluk agama Islam, memproduksi dan membeli senjata-senjata dan peralatan perang, memberikan bekal kepada para mujahidin, baik berupa makanan, pakaian atau keperluan lain yang dibutuhkan.

Ketiga, jihad dengan jiwa raga:Bertempur dan ikut berpartisipasi di medan peperangan untuk kemenangan Islam. Agar kalimat Allah ( Laa ilaaha illallah) tetap jaya sedang kalimat orang-orang kafir (syirik) menjadi hina. 

Dalam hubungannya dengan ketiga perincian jihad di atas, Rasulullah SAW mengisyaratkan dalam sabdanya: 
"Perangilah orang-orang musyrik itu dengan harta, jiwa dan lisanmu." (HR. Abu Daud, hadits shahih)

Adapun hukum jihad di jalan Allah adalah:
Pertama, fardhu 'ain:Berupa perlawanan terhadap musuh-musuh yang melakukan agresi ke beberapa negara Islam wajib dihalau. Agresor-Agresor Yahudi misalnya, yang merampas tanah umat Islam di Palestina. Umat Islam yang memiliki kemampuan dan kekuatan jika berpangku tangan ikut berdosa, sampai orang-orang Yahudi terkutuk itu enyah dari wilayah Palestina. Mereka harus berupaya mengembalikan Masjidil Aqsha ke pangkuan umat Islam dengan kemampuan yang ada, baik dengan harta maupun jiwa.

Kedua, fardhu kifayah: Jika sebagian umat Islam telah ada yang melakukannya maka sebagian yang lain kewajibannya menjadi gugur. Seperti misalnya jika telah ada dan banyak pasukan-pasukan kaum Muslimin yang berjihad di negeri-negeri seperti Palestina dll dan mampu mengadakan perlawanan dan balasan. Juga seperti dakwah mengembangkan misi Islam ke negara-negara lain, sehingga berlaku hukum-hukum Islam di segenap penjuru dunia. Barangsiapa menghalangi jalan dakwah ini, ia harus diperangi, sehingga dakwah Islam dapat berjalan lancar.

Sunday, 9 August 2015

Golongan Yang Selamat

PortalRenungan.
Islam mempunyai konsep yang jelas tentang golongan mana yang selamat dan mana yang terpaksa terkungkung dalam kesesatan. 

1. Allah berfirman:
"Dan berpeganglah kamu semuanya kepada tali (agama) Allah dan janganlah kamu bercerai-berai." (Q. S. Ali Imran: 103)


"Dan janganlah kamu termasuk orang-orang yang memperse-kutukan Allah. Yaitu orang-orang yang memecah belah agama mereka dan mereka menjadi beberapa golongan. Tiap-tiap go-longan merasa bangga dengan apa yang ada pada golongan me-reka." (Q. S. Ar-Ruum: 31-32)

2. Nabi bersabda:
"Aku wasiatkan padamu agar engkau bertakwa kepada Allah, patuh dan ta'at, sekalipun yang memerintahmu seorang budak Habsyi. Sebab barangsiapa hidup (lama) di antara kamu tentu akan menyaksikan perselisihan yang banyak. Karena itu, berpe-gang teguhlah pada sunnahku dan sunnah khulafa'ur rasyidin yang (mereka itu) mendapat petunjuk. Pegang teguhlah ia se-kuat-kuatnya. Dan hati-hatilah terhadap setiap perkara yang di-ada-adakan, karena semua perkara yang diada-adakan itu ada-lah bid'ah, sedang setiap bid'ah adalah sesat (dan setiap yang sesat tempatnya di dalam Neraka)." (HR. Nasa'i dan At-Tirmi-dzi, ia berkata hadits hasan shahih).

3. Dalam hadits yang lain Nabi bersabda:
"Ketahuilah, sesungguhnya orang-orang sebelum kamu dari ahli kitab telah berpecah belah menjadi tujuh puluh dua golongan. Dan sesungguhnya agama ini (Islam) akan berpecah belah menjadi tujuh puluh tiga golongan, tujuh puluh dua golongan tem-patnya di dalam Neraka dan satu golongan di dalam Surga, yaitu al-jama'ah." (HR. Ahmad dan yang lain. Al-Hafidh menggo-longkannya hadits hasan)

4. Dalam riwayat lain disebutkan:
"Semua golongan tersebut tempatnya di Neraka, kecuali satu (yaitu) yang aku dan para sahabatku meniti di atasnya." (HR. At-Tirmidzi, dan di-hasan-kan oleh Al-Albani dalam Shahihul Jami' 5219)

5. Ibnu Mas'ud meriwayatkan:
"Rasulullah membuat garis dengan tangannya lalu bersabda, 'Ini jalan Allah yang lurus.' Lalu beliau membuat garis-garis di kanan kirinya, kemudian bersabda, 'Ini adalah jalan-jalan yang sesat tak satu pun dari jalan-jalan ini kecuali di dalamnya terdapat setan yang menyeru kepadanya. Selanjutnya beliau membaca firman Allah , "Dan bahwa (yang Kami perintahkan ini) adalah jalanKu yang lurus maka ikutilah dia janganlah kamu mengikuti jalan-jalan (yang lain) karena jalan-jalan itu menceraiberaikan kamu dari jalanNya. Yang demikian itu diperintahkan oleh Allah kepadamu agar kamu bertakwa." (Q. S. Al-An'am: 153), (Hadits shahih riwayat Ahmad dan Nasa'i)

6. Syaikh Abdul Qadir Jailani dalam kitabnya Al-Ghunyah berkata, "... adapun Golongan Yang Selamat yaitu Ahlus Sunnah wal Jama'ah. Dan Ahlus Sunnah, tidak ada nama lain bagi mereka kecuali satu nama, yaitu Ashhabul Hadits (para ahli hadits)."

7. Allah memerintahkan agar kita berpegang teguh kepada Al-Qur'anul Karim. Tidak termasuk orang-orang musyrik yang memecah belah agama mereka menjadi beberapa golongan dan kelompok. Rasulullah mengabarkan bahwa orang-orang Yahudi dan Nasrani telah berpecah belah menjadi banyak golongan, sedang umat Islam akan berpecah lebih banyak lagi, golongan-golongan tersebut akan masuk Neraka karena mereka menyimpang dan jauh dari Kitabullah dan Sunnah NabiNya. Hanya satu Golongan Yang Selamat dan mereka akan masuk Surga. Yaitu Al-Jamaah , yang berpegang teguh kepada Kitab dan Sunnah yang shahih, di samping melakukan amalan para sahabat dan Rasulullah SAW.

Ya Allah, jadikanlah kami termasuk dalam golongan yang selamat (Firqah Najiyah). Dan semoga segenap umat Islam termasuk di dalamnya.

Saturday, 8 August 2015

Cara Mencintai Allah Dan Rasul-Nya

PortalRenungan.
Allah Subhannahu wa Ta'ala berfirman, yang artinya:
"Katakanlah, 'Jika kamu (benar-benar) mencintai Allah, ikutilah aku, niscaya Allah mengasihi dan mengampuni dosa-dosamu'. Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang." (Q. S. Ali Imran: 31)

Rasulullah Shallallaahu 'alaihi wa Salam bersabda:
"Tidaklah beriman (secara sempurna) salah seorang dari kamu sehingga aku lebih ia cintai daripada orangtuanya, anaknya dan segenap manusia." (HR. Al-Bukhari)

pasang iklan Ayat di atas menunjukkan bahwa kecintaan kepada Allah adalah dengan mengikuti apa yang dibawa oleh Rasulullah Shallallaahu 'alaihi wa Salam. Menta'ati apa yang beliau perintahkan dan meninggalkan apa yang beliau larang, menurut hadits-hadits shahih yang beliau jelaskan kepada umat manusia. Tidaklah kecintaan itu dengan banyak bicara dengan tanpa mengamalkan petunjuk, perintah dan sunnah-sunnah beliau.

Adapun hadits shahih di atas, ia mengandung pengertian bahwa iman seorang muslim tidak sempurna, sehingga ia mencintai Rasulullah Shallallaahu 'alaihi wa Salam melebihi kecintaannya terhadap anak, orang tua dan segenap manusia, bahkan sebagaimana ditegaskan dalam hadits lain hingga melebihi kecintaannya terhadap dirinya sendiri.

Pengaruh kecintaan itu tampak ketika terjadi pertentangan antara perintah-perintah dan larangan-larangan Rasulullah Shallallaahu 'alaihi wa Salam dengan hawa nafsunya, keinginan isteri, anak-anak serta segenap manusia di sekelilingnya. Jika ia benar-benar mencintai Rasulullah Shallallaahu 'alaihi wa Salam, ia akan mendahulukan perintah-perintahnya dan tidak menuruti kehendak nafsunya, keluarga atau orang-orang di sekelilingnya. Tetapi jika kecintaan itu hanya dusta belaka maka ia akan mendurhakai Allah dan RasulNya, lalu menuruti setan dan hawa nafsunya.

Jika anda menanyakan kepada seorang muslim, "Apakah anda mencintai Rasulullah Shallallaahu 'alaihi wa Salam ?" Ia akan menjawab, "Benar, aku korbankan jiwa dan hartaku untuk beliau." Tetapi jika selanjutnya ditanyakan, "Kenapa anda tidak meninggalkan kebiasaan yang dibenci Rasulullah SAW dan melanggar perintahnya dalam masalah ini dan itu, dan anda tidak meneladaninya dalam penampilan, akhlak dan ketauhidan Nabi?"

Dia akan menjawab"Kecintaan itu letaknya di dalam hati. Dan alhamdulillah, hati saya baik."Kita mengatakan padanya,"Seandainya hatimu baik, niscaya akan tampak secara lahiriah, baik dalam penampilan, akhlak maupun keta'atanmu dalam beribadah mengesakan Allah semata." Sebab Rasulullah Shallallaahu 'alaihi wa Salam bersabda:

"Ketahuilah, sesungguhnya di dalam jasad itu terdapat segumpal daging. Bila ia baik maka akan baiklah seluruh jasad itu, dan bila ia rusak maka akan rusaklah seluruh jasad itu. Ketahuilah, ia adalah hati." (HR. Al-Bukhari dan Muslim)

Suatu contoh, seorang alim bersilaturrahim kepada seorang yang kelihatan shaleh tetapi masih suka memasang gambar-gambart binatang. Orang itu lalu mengingatkannya dengan larangan Rasulullah dalam soal memajang gambar-gambar. Tetapi ia menolak sambil mengatakan, "Ini gambar yang idah dan menarik."

Suatu hal yang mengherankan, seorang yang kelihatan shaleh dan merasa mencintai Rasulullah SAW tetapi masih senang dengan kesukaan yang kelihatan ringan tetapi termasuk dalam hal yang dilarang.

Dalam hati penulis berkomentar, "Orang tersebut mendurhakai perintahnya, bagaimana mungkin akan masuk dalam kecintaannya. Dan, apakah Rasulullah Shallallaahu 'alaihi wa Salam akan rela dengan perbuatan tersebut? Sesungguhnya kita dan Rasulullah Shallallaahu 'alaihi wa Salam berada di bawah perlindungan Allah semata."

Kecintaan kepada Rasulullah adalah tidak dengan menyelenggarakan peringatan, pesta, berhias, dan menyenandungkan syair yang tak akan lepas dari kemungkaran. Demikian pula tidak dengan berbagai macam bid'ah yang tidak ada dasarnya dalam ajaran syari'at Islam. Tetapi, kecintaan kepada Rasulullah Shallallaahu 'alaihi wa Salam adalah dengan mengikuti petunjuknya, berpegang teguh dengan sunnahnya serta dengan menerapkan ajaran-ajarannya.

Sungguh, alangkah indah ungkapan penyair tentang kecintaan sejati di bawah ini.
"Jika kecintaanmu itu sejati, niscaya engkau akan menta'atinya. Sesungguhnya seorang pecinta, kepada orang yang dicintainya akan selalu ta'at setia."

Friday, 7 August 2015

Cabang-Cabang Iman

PortalRenungan.
Rasulullah Shallallaahu 'alaihi wa Salam bersabda,
"Iman itu lebih dari enam puluh cabang. Cabang yang paling utama adalah ucapan, "Laa ilaaha illallah" dan cabang yang paling rendah yaitu menyingkirkan kotoran dari jalan."(HR. Muslim)

pasang iklan

Al-Hafizh Ibnu Hajar telah meringkas hal tersebut dalam kitab-nya Fathul Baari, sesuai keterangan Ibnu Hibban, beliau berkata, "Cabang-cabang ini terbagi dalam amalan hati, lisan dan badan." 

1. Amalan Hati:
Adapun amalan hati adalah berupa i'tikad dan niat. Dan ia terdiri dari dua puluh empat sifat (cabang); iman kepada Allah, termasuk di dalamnya iman kepada Dzat dan Sifat-sifat-Nya serta pengesaan bahwasanya Allah adalah: "Tidak ada sesuatu pun yang serupa dengan Dia. Dan Dialah yang Maha Mendengar dan Maha Melihat."(Q. S. As-Syuraa: 11)
Serta ber'itikad bahwa selain-Nya adalah baru, makluk. Beriman kepada Allah, beriman kepada malaikat-malaikat, kitab-kitab dan para rasul-Nya. Beriman kepada qadar (ketentuan) Allah, yang baik mau-pun yang buruk.
Beriman kepada hari Akhirat: Termasuk di dalamnya pertanyaan di dalam kubur, kenikmatan dan adzab-Nya, kebangkitan dan pengumpulan di Padang Mahsyar, hisab (perhitungan amal), mizan (tim-bangan amal), shirath (titian di atas Neraka), Surga dan Neraka.

Kecintaan kepada Allah, cinta dan marah karena Allah. Kecintaan kepada Nabi Shallallaahu 'alaihi wa Salam dan yakin atas keagungan beliau, termasuk di dalamnya bershalawat atas Nabi Shallallaahu 'alaihi wa Salam dan mengikuti sunnahnya.
Ikhlas, termasuk di dalamnya meninggalkan riya dan nifaq. Taubat dan takut, berharap, syukur dan menepati janji, sabar, ridha dengan qadha dan qadhar, tawakkal, kasih sayang dan tawadhu (rendah hati), termasuk di dalamnya menghormati yang tua, mengasihi yang kecil, meninggalkan sifat sombong dan bangga diri, meninggalkan dengki, iri hati dan emosi.

2. Perbuatan Lisan:
Ia terdiri dari tujuh cabang: Mengucapkan kalimat tauhid, yaitu bersaksi bahwa tidak ada Tuhan yang berhak di sembah kecuali Allah dan bahwa Muhammad adalah rasul Allah, membaca Al-Qur'an, belajar ilmu dan mengajarkannya, berdo'a, dzikir, termasuk di dalamnya istighfar (memohon ampun kepada Allah), bertasbih (mengucapkan, "Subhanallah", dan menjauhi perkataan yang sia-sia.

3. Amalan Badan:
Ia terdiri dari tiga puluh delapan cabang:
a. Yang berkaitan dengan materi
Bersuci baik secara lahiriyah maupun hukumiah: termasuk di dalamnya menjauhi barang-barang najis, menutup aurat, shalat fardhu dan sunnat, zakat, memerdekakan budak.

Dermawan: termasuk di dalamnya memberikan makan orang lain, memuliakan tamu. Puasa baik fardhu maupun sunnat, i'tikaf, mencari lailatul qadar, haji, umrah dan thawaf.

Lari dari musuh untuk mempertahankan agama: termasuk di dalamnya hijrah dari negeri musyrik ke negeri iman. Memenuhi nadzar, berhati-hati dalam soal sumpah (yakni bersumpah dengan nama Allah secara jujur, hanya ketika sangat membutuhkan hal itu), memenuhi kaffarat (denda), misalnya kaffarat sumpah, kaffarat hubungan suami-istri di bulan Ramadhan.

b. Yang berkaitan dengan nafsu
Ia terdiri dari enam cabang: menjaga diri dari perbuatan maksiat (zina) dengan menikah, memenuhi hak-hak keluarga, berbakti kepada kedua orang tua: termasuk di dalamnya tidak mendurhakainya, mendidik anak. 

Silaturahim, taat kepada penguasa (dalam hal-hal yang tidak merupakan maksiat kepada Allah), dan kasih sayang kepada hamba sahaya.

c. Yang berkaitan dengan hal-hal umum
Ia terdiri dari tujuh belas cabang: menegakkan kepemimpinan secara adil, mengikuti jama'ah, taat kepada ulil amri, melakukan ishlah (perbaikan dan perdamaian) di antara manusia termasuk di dalamnya memerangi orang-orang Khawarij dan para pemberontak. Tolong-menolong dalam kebaikan dan ketaqwaan, termasuk di dalam-nya amar ma'ruf nahi munkar (memerintahkan kebaikan dan melarang dari kemungkaran), melaksanakan hudud (hukuman-hukuman yang telah ditetapkan Allah).

Jihad, termasuk di dalamnya menjaga wilayah Islam dari serangan musuh, melaksanakan amanat, di antaranya merealisasikan pembagian seperlima dari rampasan perang: Utang dan pembayaran, memuliakan tetangga, bergaul secara baik, termasuk di dalamnya mencari harta secara halal. Menginfakkan harta pada yang berhak, termasuk di dalamnya meninggalkan sikap boros dan foya-foya. Men-jawab salam, mendo'akan orang bersin yang mengucapkan alham-dulillah, mencegah diri dari menimpakan bahaya kepada manusia, menjauhi perkara yang tidak bermanfaat serta menyingkirkan kotoran yang mengganggu manusia dari jalan.

Hadits di muka menunjukkan, bahwa tauhid (kalimat laa ilaaha illallah) adalah cabang iman yang paling tinggi dan paling utama.

Oleh karena itu, para da'i hendaknya memulai dakwahnya dari cabang iman yang paling utama, kemudian baru cabang-cabang lain yang ada di bawahnya. Dengan kata lain, membangun fondasi terlebih dahulu (tauhid), sebelum mendirikan bangunan (cabang-cabang iman yang lain). Mendahulukan hal yang terpenting, kemudian disusul hal-hal yang penting.

Tauhid adalah yang mempersatukan bangsa Arab dan bangsa asing lainnya atas dasar Islam. Dari persatuan itu, tegaklah Daulah Islamiyah sebagai Daulah Tauhid.

Inti Agama Islam

PortalRenungan.
"Aku tidak ciptakan jin dan manusia kecuali hanya untuk beribadah kepada-Ku." (Q.S. Adz-Dzariyat: 56)

Kewajiban Seorang Hamba
Kewajiban seorang hamba yang pertama kali harus dilakukan adalah:


Mengetahui bentuk hakikat perintah yang Allah tetapkan atasnya. Allah mengambil janji terhadap mereka dengan mengutus para Rasul, menurunkan kitab, dan karenanya pula Allah menciptakan dunia dan akhirat, surga dan neraka. Dengan perintah-Nya akan terjadi hari kiamat, sesuai dengan waktu yang telah ditentukan-Nya. Lalu ada proses perhitungan di alam akhirat dimana perbuatan manusia di dunia harus dipertanggungjawabkan di akhirat. Dan sampai pada ketentuan apakah seseorang itu celaka atau bahagia dengan keadaan dirinya masing-masing. Orang-orang yang celaka tempatnya yang telah disediakan adalah Neraka. Dan orang-orang yang beruntung tempatnya adalah di surga, masing-masing dengan derajat yang berbeda sesuai dengan dekat dan jauhnya terhadap Allah SWT.

Arti Al-Abdu (hamba) adalah orang yang diperbudak, lemah dan hina yang artinya mencakup seluruh makhluk baik di bumi maupun di langit, berakal atau tidak, yang tampak atau tidak, yang beriman atau kafir. Allah adalah yang memelihara semua makhluk, maka ia menjadi hina kalau Allah menghinakannya, dan akan terpelihara kalau Allah memeliharanya. Setiap sesuatu berjalan sesuai dengan fitrahnya. Tidak ada yang dapat melampaui-Nya hanya sebesar biji sawi.

Allah memerintahkan kepada hambanya adalah sebagai mana dalam firman-Nya, yang artinya:

"Aku tidak ciptakan jin dan manusia kecuali hanya untuk beribadah kepada-Ku." (Q. S. Adz-Dzariyat: 56)

Ibadah adalah segala sesuatu amal yang dicintai Allah dan diridhoi-Nya, baik yang terbetik di dalam hati, perkataan yang diucapkan maupun perbuatan. Sesuatu amalan bisa dianggap ibadah apabila memenuhi syarat, yaitu benar-benar atas dasar cinta dan rendah hati kepada Allah SWT. Dan beribadah ada tiga syarat, yaitu: kemauan yang kuat, niat yang ikhlas dan sesuai dengan syari'at Islam yang diperintahkan Allah. Dua syarat terakhir itulah syarat diterimanya ibadah.

"Dan orang-orang yang beriman sangat cinta kepada Allah." (Q. S. Al-Baqarah: 165)

Tanda-tanda seorang hamba mencintai Rabbnya, yaitu dia mencintai apa yang dicintai Allah dan membenci apa yang dibenci-Nya; Melaksanakan perintahnya; menjauhi larangannya; berwala (loyalitas) kepada para wali-wali-Nya dan memusuhi musuh-musuh-Nya. Dan yang dikatakan sekuat-kuat iman adalah cinta dan benci karena Allah.

Untuk mengetahui apa yang dicintai dan diridhoi Allah, maka harus melalui para rasul yang telah diutus dan kitab-kitab yang diturunkan yang di dalamnya terdapat perintah yang dicintai dan diridhoi-Nya dan larangan yang dibenci-Nya. Dan Allah telah menyempurnakan agama ini kepada rasul terakhir yaitu Muhammad SAW. Maka melalui petunjuk dan perintah Rasul terakhir itulah dengan kitab dan sunnah-nya untuk diikutinya.

"(Mereka) Kami utus selaku Rasul-rasul pembawa berita gembira dan pemberi peringatan agar supaya tidak ada alasan bagi manusia membantah Allah sesudah diutusnya Rasul-rasul." (Q. S. An-Nisa': 165)

Arti Islam
"Sesungguhnya agama (yang diridhoi) di sisi Allah adalah Islam." (Q. S. Ali Imran: 19)

Ada beberapa tertib (urutan) dalam agama Islam, yaitu: Islam, Iman dan Ihsan. Islam artinya menyerahkan diri kepada Allah, meng-Esa-kan-Nya dan meyakini-Nya dengan mentaati serta jauh dari perbuatan syirik. Iman adalah perkataan dan perbuatan, perkataan hati dan lisan, perbuatan kata, lisan dan anggota badan. Iman akan bertambah dengan ketaatan dan berkurang dengan kemaksiatan. Ihsan adalah kamu menyembah Allah Subhanahu wa Ta'ala seolah-olah kamu melihatNya. Bila kamu tidak dapat melihatNya, maka sesungguhnya Dia dapat melihatmu.

"Dan barangsiapa yang menyerahkan diri kepada Allah, sedang dia orang yang berbuat kebaikan, maka sesungguhnya dia telah berpegang teguh kepada buhul tali yang kokoh (al-'urwatul wutsqa)."(Q.S. Luqman: 22)

Rukun Islam
Dalam soal jawab tentang agama dengan malaikat Jibril, Rasulullah SAW bersabda, yang artinya:
"Islam yaitu hendaknya kamu bersaksi bahwa tidak ada ilah kecuali Allah dan Muhammad Rasulullah, mendirikan shalat, membayar zakat, puasa di bulan Ramadhan dan menunaikan ibadah haji bila mampu." (HR. Muslim, Abu Daud dan Ahmad)

Rukun Islam itu ada lima. Yang pertama dan yang paling besar adalah: Syahadah (persaksian) bahwa tidak ada sesembahan yang haq selain Allah dan bahwa Muhammad adalah utusan Allah. Seorang hamba tidak dikatakan sebagai seorang Muslim kecuali dia telah mengucapkan dua kalimat syahadat. Rasulullah SAW telah bersabda, yang artinya:

"Saya diperintahkan untuk membunuh manusia, sehingga mereka mau bersaksi bahwa tidak ada ilah kecuali Allah dan Muhammad adalah hamba dan utusannya." (HR. Tujuh Imam Hadits)

Makna "Laa Ilaaha Illallah"
Artinya kita menafikan segala apa yang disembah selain Allah Subhanahu wa Ta'ala, artinya kita menetapkan bahwa ibadah itu hanya untuk Allah SWT semata-mata, tidak ada sekutu bagi-Nya.

Syarat "Laa Ilaaha Illallah"
Syarat-syarat syahadat "Laa Ilaaha Illallah" yang dapat memberi manfaat bagi pengucapnya adalah:
1. Harus mempunyai Ilmu yang menafikan kebodohan (tentang Allah SWT).
2. Keyakinan yang menafikan keraguan.
3. Ikhlas (murni dalam beribadah kepada Allah SWT) yang menafikan syirik.
4. Kejujuran yang menafikan dusta.
5. Cinta yang menafikan kebencian.
6. Ketundukan yang menafikan pelanggaran (meninggalkan perintah).
7. Menerima tanpa ada penolakan.
8. Mengingkari semua apa yang disembah selain Allah SWT.

Syirik
Syirik dibagi menjadi tiga bagian:
1. Syirik Akbar (Besar).
2. Syirik Ashghar (Kecil).
3. Syirik Khofi (Samar).

Syirik Akbar/Besar
Syirik akbar akan menghapuskan pahala amal dan akan mengekalkan pelakunya di dalam Neraka. Seperti yang difirmankan oleh Allah Subhanahu wa Ta'ala:

"Dan kalau mereka melakukan syirik (menyekutukan Allah dengan sesuatu), pasti akan gugur dari mereka (pahala) apa yang mereka lakukan." (Q. S. An-An'am: 88).

"Sesungguhnya Allah tidak akan mengampuni dosa syirik, dan Dia mengampuni segala dosa yang selain dari (syirik) itu, bagi siapa yang dikehendakiNya." (Q. S. An-Nisa': 48). 
"Sesungguhnya orang yang mempersekutukan (sesuatu dengan) Allah, maka pasti Allah mengharamkan kepadanya Surga, dan tempatnya ialah Neraka, dan tidaklah ada bagi orang-orang zhalim itu seorang penolong pun." (Q. S. Al-Maidah: 72).

Yang termasuk syirik akbar, di antaranya adalah berdo'a (meminta pertolongan dan petunjuk) kepada orang yang sudah mati dan patung (berhala), mohon perlindungan kepada mereka, juga bernadzar dan berkorban (menyembelih binatang) untuk mereka dan lain sejenisnya.

Syirik Asghaar/Kecil
Syirik kecil ialah beberapa tindakan yang sudah jelas disebutkan dalam nash-nash Al-Qur'an dan Sunnah sebagai syirik, tetapi tidak termasuk jenis syirik besar. Contohnya adalah riya' (ingin dilihat orang) dalam beramal, bersumpah tidak dengan nama Allah dan lain sejenisnya. Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda:

"Sesuatu yang paling aku takuti terhadap kalian adalah syirik kecil. Lalu beliau ditanya syirik kecil itu. Beliau men-jawab: riya'." (HR. Imam Ahmad, Ath-Thabrany, Al-Baihaqi)
"Barangsiapa yang bersumpah dengan sesuatu -selain Allah- maka dia telah menyekutukan (Allah)." (HR. Ahmad dengan sanad yang shahih).

Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda:
"Janganlah kalian mengatakan: ('Atas kehendak Allah dan kehendak si fulan'), tapi katakanlah: ('Atas kehendak Allah kemudian atas kehendak si fulan')." (HR. Abu Daud dengan sanad yang shahih dari Hudzaifah bin Al-Yaman radhi-allahu 'anhu). 

Syirik kecil ini tidak menyebabkan seseorang keluar dari Islam serta tidak memastikan kekalnya seseorang di dalam Neraka, tetapi menghilangkan kesempurnaan tauhid yang semestinya.

Syirik Khofi/Samar
Syirik khofi ini didasarkan pada sabda Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam, yang mana beliau bertanya kepada para sahabat: 

"Bagaimana sekiranya aku beritahu kalian tentang sesuatu yang lebih aku takuti (terjadi) pada kalian daripada Al-Masih Ad-Dajjal? Mereka menjawab: Ya, wahai Rasulullah! Rasulullah bersabda: "Syirik yang samar (contohnya), seseorang berdiri lalu dia melakukan shalat maka dia perbagus shalatnya karena dia melihat ada orang lain yang memperhati-kan kepadanya." (HR. Imam Ahmad)

Bisa juga syirik itu dibagi menjadi dua bagian saja. Syirik besar dan syirik kecil. Hal ini tergantung sudut pandangnya. Adapun syirik khofi, bisa masuk dalam dua jenis syirik tadi. Bisa terjadi pada syirik besar, seperti syiriknya orang-orang munafik. Karena mereka itu menyembunyikan keyakinan sesat mereka dan berpura-pura masuk Islam dengan dasar riya' dan khawatir akan keselamatan diri mereka. Bisa juga terjadi pada syirik kecil seperti yang disebutkan dalam hadits Mahmud bin Labid Al-Anshari yang terdahulu dan hadits Abu Said yang tersebut di atas.

Adapun syahadah/persaksian bahwa Muhammad SAW utusan Allah SWT, adalah membenarkan dalam hati dan mengucapkan dengan lisan bahwa Muhammad adalah hamba Allah dan utusan-Nya kepada seluruh umat manusia termasuk jin.

"Sebagai saksi dan pembawa kabar gembira dan pemberi peringatan, dan untuk menjadi penyeru kepada agama Allah dengan izin-Nya dan untuk cahaya yang menerangi." (Q.S. Al-Ahzab: 45-46)

Maka konsekwensinya adalah: Membenarkan apa yang dikabarkan oleh beliau, mentaati perintah beliau, meninggalkan apa yang dilarang oleh beliau dan hendaklah dia tidak menyembah Allah SWT kecuali dengan cara yang disyariatkan oleh Allah SWT sendiri dan Rasul-Nya.

Kemudian, rukun Islam selanjutnya adalah: Shalat, Zakat, Puasa Ramadhan, Haji ke Baitullah Al-Haram bagi yang mampu mengadakan perjalanan ke sana. Penjelasan detail serta cara-cara ibadah tersebut tentang bab rukun Islam, Insya Allah akan ditampilkan pada rubrik Fiqh Ibadah.

Rukun Iman
Rasulullah SAW bersabda ketika bertanya kepada Malaikat Jibril:
"Beritahukan kepadaku tentang iman! Dia (Malaikat Jibril) berkata: "Agar kamu beriman kepada Allah, Malaikat-Nya, Kitab-kitab-Nya, Rasul-rasul-Nya, Hari Akhir, dan beriman kepada Qadar-Nya baik dan buruk."(HR. Bukhari dan Muslim)

Rukun-rukun Iman ada enam: beriman kepada Allah SWT, Malaikat-malaikat-Nya, Kitab-kitab-Nya, para Rasul-Nya dan beriman kepada Hari Akhir serta Taqdir yang baik dan yang buruk dari Allah SWT.

Beriman kepada Allah
Beriman kepada Allah artinya membenarkan dengan sepenuh hati terhadap adanya Zat Allah SWT yang tidak ada yang mendahului sebelumnya dan tidak ada yang mengakhiri setelah-Nya. Dia-lah yang pertama dan Dia-lah yang terakhir. Dia-lah yang nyata dan tidak ada sesuatu apapun di atas-Nya. Dia-lah yang batin dan tidak ada sesuatu apapun di bawah-Nya, yang Maha Hidup dan dia-lah satu-satunya tempat bergantung. Tersebut dalam firman-Nya yang artinya:

"Dia tiada beranak dan tiada pula diperanakan, dan tidak ada seorang pun yang setara dengan Dia." (Q. S. Al-Ikhlas: 3-4)

Dan ke-Esa-annya dalam Ilahiyahnya, Rubbubiyah, asma' dan sifat-Nya. Ke-Esa-an dalam Ilahiyah atau Tauhid Ilahiyah yaitu menge-Esa-kan Allah dari segala macam ibadah, baik yang nyata maupun yang batin, baik perkataan maupun perbuatan. Dan meniadakan ibadah pada selain Allah.

Ke-Esa-an Rubbubiyah atau Tauhid Rubbubiyah yaitu pengakuan yang kuat bahwa Allah SWT adalah Tuhan atas segala sesuatu, Rajanya, Penciptanya, Pemeliharanya, Pengaturnya tiada satu pun yang berserikat dengannya dalam kekuasaan-Nya, tidak mempunyai wali yang lebih rendah darinya, tidak ada yang menolak perintah-Nya, memberi iqab kepada-Nya dan tidak ada yang menyamai-Nya. Tidak ada seorang pun yang menentang hakikat Rubbubiyah Allah dan tuntutan-tuntutan asma' (nama) dan sifat-sifat-Nya.

Ke-Esa-an Asma' dan Sifat-Nya atau Tauhid Asma wa Sifat yaitu mengimani apa-apa yang disifatkan allah terhadap diri-Nya sendiri dalam kitab-Nya dan apa-apa yang disifatkan oleh Rasul-Nya dari asma'ul husna dan sifat al-'ulya. Misalnya Allah mempunyai sifat berjalan, akan tetapi tidak boleh ditanyakan bagaimana Allah berjalan sebagaimana Allah telah mengumpulkan antara menetapkan sifat-Nya dan meniadakan sebagaimana yang tersebut dalam kitab-Nya:

"Dia mengetahui apa yang ada di hadapan mereka dan apa yang ada di belakang mereka sedang ilmu mereka tidak dapat meliputi ilmu-Nya." (Q. S. Thaha: 110)

"Tidak ada sesuatu pun yang serupa dengan Dia, dan Dia-lah yang Maha Mendengar lagi Maha Melihat." (Q. S. Asy-Syura: 11)

Beriman kepada Malaikat
Beriman kepada malaikat yaitu memantapkan keyakinan bahwa mereka ada wujudnya dan bahwa mereka adalah makhluk Allah yang terjaga dan terpelihara.

"Sebenarnya (malaikat-malaikat itu), adalah hamba-hamba yang dimuliakan, mereka itu tidak mendahului-Nya dengan perkataan dan mereka mengerjakan perintah-perintah-Nya." (Q. S. Al-Anbiya': 26-27)

Jumlah malaikat itu banyak sekali. Malaikat yang bertugas menyampaikan wahyu kepada utusan Allah adalah Rahul Quds Malaikat Jibril as. Malaikat yang bertugas mengatur turunnya hujan adalah Mikail, malaikat yang bertugas meniup terompet adalah Israfil, malaikat pencabut nyawa yaitu Izrail, malaikat pencatat amal perbuatan manusia yaitu Rokib dan atid, malaikat penjaga hamba di kiri kanan dan belakang depan yaitu Al-Muakibat, malaikat penjaga jannah yaitu Ridwan, malaikat penjaga neraka yaitu Malik, malaikat penjaga kubur yaitu Munkar dan Nakir, malaikat yang bertugas menetapkan ketentuan Allah pada janin dalam kandungan, para malaikat yang masuk di Baitul Makmur sebanyak 70 ribu dan tidak kembali lagi, para malaikat yang selalu mengikuti di majelis-majelis dzikir. Mereka ada yang berbaris dan berdiri, ada yang ruku dan sujud terus menerus dan masih banyak lagi.

Beriman kepada Kitab-kitab-Nya
Beriman kepada kitab-kitab Allah yaitu membenarkan dengan sebenar-benarnya bahwa semuanya yang diturunkan dari sisi Allah SWT dan sesungguhnya Allah berbicara dengannya secara nyata, dan ada juga yang mendengar di balik hijab tanpa menggunakan perantara dari malaikat. Ada yang disampaikan kepada malaikat lalu diwahyukan kepada Rasul. Kitab-kitab itu ada yang ditulis Allah dengan tangan-Nya sendiri semua terealisasi dalam firman-Nya, yang artinya:

"Dan tidak ada bagi seorang manusia pun bahwa Allah berkata-kata dengan Dia kecuali dengan perantara wahyu atau di belakang tabir atau dengan mengutus dengan seorang utusan (malaikat) lalu diwahyukan kepadanya dengan seizin-Nya Allah apa yang Dia kehendaki."

"Dan telah Kami tuliskan untuk Musa pada luh-luh (batu tulis/Taurat) segala sesuatu sebagai pelajaran dan penjelasan bagi segala sesuatu."(Q. S. Al-A'raf: 145)

Firman Allah tentang nabi Isa as.
"Dan Kami berikan kepadanya Injil."(Q. S. Al-Maidah: 46)
"Dan Kami telah berikan kepada Dawud kitab Zabur."(Q. S. An-Nisa':163)

Firman Allah tentang nabi Muhammad SAW:
"Dan Al-Qur'an itu telah Kami turunkan dengan berangsur-angsur agar kamu membacakannya perlahan-lahan kepada manusia dan Kami menurunkannya bagian demi bagian."(Q. S. Al-Isra': 106)

"Dan sesungguhnya Al-Qur'an ini benar-benar diturunkan oleh Rabb Semesta Allah, ia dibawa turun oleh Ar-Ruhul Amin (Jibril) ke dalam hatimu (Muhammad) agar kamu menjadi salah seorang di antara orang-orang yang memberi peringataan dengan bahasa Arab yang jelas."(Q. S. Asy-Syura: 192-195)

"Sesungguhnya orang-orang yang mengingkari Al-Qur'an ketika Al-Qur'an itu datang kepada mereka, (mereka itu pasti akan celaka) dan sesungguhnya Al-Qur'an itu adalah kitab yang mulia. Yang tidak datang kepadamu (Al-Qur'an) kebatilan baik dari depan maupun belakangnya yang diturunkannya dari tuhan Yang Maha Bijaksana lagi Maha Terpuji." (Q. S. Fushilat: 41-42)

Apa hak Al-Qur'an yang wajib dilaksanakan oleh pemeluknya? Yaitu mengikutinya baik secara zhahir maupun bathin, berpegang kepadanya dan mengamalkan semua hak-haknya. 

Firman Allah SWT, yang artinya:
"Ikutilah apa yang diturunkan kepadamu dari Tuhanmu dan janganlah kamu mengikuti pemimpin-pemimpin selain-Nya."(Q.S. Al-A'raf: 3)

"Dan Al-Qur'an itu adalah kitab yang Kami turunkan dan diberkati, maka ikutilah dia dan bertakwalah agar kamu diberi rahmat."(Q.S. Al-An'am: 155)

Beriman kepada Para Rasul
Beriman kepada Rasul-rasul yaitu membenarkan dengan sebenar-benarnya bahwa Allah SWT mengutus Rasul kepada setiap umat dari golongan mereka sendiri yang menyeru kepada mereka untuk beribadah kepada allah yang Esa dan ingkar kepada sesembahan lain-Nya. Bahwa para rasul itu semua orang yang dapat dipercaya, penunjuk jalan, sebaik-baik manusia akan keimanan dan ketakwaannya, memberi jalan orang yang diberi petunjuk, dengan membawa petunjuk-petunjuk yang nyata dan ayat-ayat yang jelas dari Rabb mereka sebagai penguatnya. Dan mereka itu menyampaikan seluruh yang dirisalahkan Allah terhadap mereka, tidak sedikit pun mereka menyembunyikan, merubah atau menambah atau menguranginya walau hanya satu huruf. Firman Allah SWT:

"Maka tidak ada kewajiban atas para Rasul, selain dari menyampaikan (amanat Allah) dengan terang."(Q.S. An-Nahl: 35)

Beriman kepada para Rasul adalah salah satu rukun aqidah tanpa membedakan di antara mereka. 
"Katakanlah (hai orang-orang mukmin): 'Kami beriman kepada Allah dan apa yang diturunkan kepada kami, dan apa yang diturunkan kepada Ibrahim, Ismail, Ishaq, Ya'qub dan anak cucunya, dan apa yang diberikan kepada Musa dan Isa serta yang diberikan kepada nabi-nabi di antara mereka dan kami hanya tunduk patuh kepada-Nya."(Q.S. Al-Baqarah: 136)

Setiap Rasul itu diutus khusus kepada umat mereka, sebagaimana firman Allah:
"Dan tiap-tiap kaum ada orang yang memberi petunjuk."(Q. S. Ar-Ra'd: 7)

Adapun Rasulullah Muhammad SAW, diutus kepada seluruh umat manusia. Allah SWT berfirman:

"Dan tidaklah Kami mengutus kamu (Muhammad), melainkan untuk menjadi rahmat bagi semesta alam."(Q.S. Al-Anbiya': 107)

"Maha suci Allah yang telah menurunkan Al-Furqan (Al-Qur'an) kepada hamba-Nya, agar dia menjadi pemberi peringatan kepada seluruh alam."(Q.S. Al-Furqan: 1)

Dan Rasulullah Muhammad SAW adalah penutup para nabi. Allah SWT berfirman:
"Muhammad itu sekali-kali bukanlah bapak dari seorang laki-laki di antara kamu, tetapi dia adalah Rasulullah dan penutup Nabi-nabi (Khaataman Nabiyyin)."Q. S. Al-Ahzab: 40)

Beriman kepada Hari Akhir
Beriman kepada Hari akhir yaitu membenarkannya dengan sebenar-benarnya akan kedatangannya, kapanpun. Termasuk juga iman kepada tanda-tanda dan peristiwa-peristiwa yang terjadi sebelumnya. Adanya kematian dan fitnah kubur (siksa) dan kenikmatannya, peniupan terompet sebagai tanda dan bangkitnya makhluk dari dalam kubur. Lalu dikumpulkan di padang mahsyar, dibagikan lembaran amalan, lalu ditimbang amalannya, melewati jembatan "Shirathal Mustaqim" dan seterusnya. Ada surga dengan beragam kenikmatan, dan kenikmatan yang paling besar yaitu ketika melihat Allah. ada neraka dengan berbagai macam bentuk siksaan yang sangat mengerikan, yaitu tertutupnya pandangan mereka dari melihat Allah.

"Sesungguhnya apa yang dijanjikan kepadanya pasti benar, dan sesungguhnya hari pembalasan pasti terjadi." (Q.S. Adz-Dzariyat: 5-6)

"Orang-orang yang kafir mengatakan, bahwa mereka sekali-kali tidak akan dibangkitkan, katakanlah: 'Memang demi Rabbku, benar-benar kamu akan dibangkitkan, kemudian akan diberitakan kepadamu apa yang telah kamu kerjakan.' Yang demikian itu adalah mudah bagi Allah."(Q. S. At-Taghabun: 7)

"Alangkah dahsyatnya sekiranya kamu melihat di waktu orang-orang yang zhalim (berada) dalam tekanan-tekanan sakaratul maut, sedang para malaikat memukul dengan tangannya, (sambil berkata): 'Keluarkan nyawamu!' Di hari ini kamu dibalas dengan siksaan yang sangat menghinakan."(Q. S. Al-An'am: 93)

"Dan Fir'aun beserta kaumnya dikepung oleh adzab yang amat buruk. Kepada mereka dinampakkan neraka pada pagi dan petang. Dan pada hari terjadinya kiamat, dikatakan kepada (malaikat): 'Masukkan Fir'aun dan kaumnya ke dalam adzab yang sangat keras!"(Q. S. Al-Mukmin: 45-46)

"Dan sesungguhnya Hari Kiamat itu pasti datang, tak ada keraguan padanya; dan bahwasanya Allah membangkitkan semua orang di dalam kubur."(Q. S. Al-Haj: 7)

"Dan (ingaatlah) hari (ketika) Kami kumpulkan dari tiap-tiap umat segolongan orang-orang yang mendustakan ayat-ayat Kami, oleh mereka dibagi-bagi (dalam kelompok-kelompok). Hingga apabila mereka datang, allah berfirman: "Apakah kamu telah mendustakan ayat-ayat-Ku, padahal ilmu kamu tidak meliputinya, atau apakah yang telah kamu kerjakan?" Dan jatuhlah perkataan (adzab) atas mereka disebabkan kezhaliman mereka, maka mereka tidak dapat berkata (apa-apa)."(Q. S. An-Naml: 83-85)

"Kami akan memasang timbangan-timbangan yang tepat pada Hari Kiamat, maka tiadalah dirugikan seseorang barang sedikitpun." (Q. S. Al-Anbiya':47)

"Peliharalah dirimu dari neraka yang bahan bakarnya manusia dan batu, yang disediakan bagi orang-orang kafir. Dan disampaikanlah berita gembira kepada mereka yang beriman dan berbuat kebaikan, bahwa bagi mereka disediakan surga-surga yang mengalir sungai-sungai dibawahnya." (Q. S. Al-Baqarah: 24-25)

Segala puji bagi Allah SWT:
"Allah meneguhkan (iman) orang-orang yang beriman dengan ucapan yang teguh itu dalam kehidupan di dunia dan di akhirat." (Q.S. Ibrahim: 27)

Beriman kepada Taqdir
"Dan adalah ketetapan Allah itu suatu ketetapan yang pasti berlaku." (Q.S. Al-Ahzab: 38)

Beriman kepada taqdir yaitu meyakini dengan sebenar-benarnya bahwa Allah yang menetapkan ketetapan-Nya dan pasti berlaku. Iman kepada taqdir ada empat urutan, yaitu:

1. Beriman kepada ilmu Allah meliputi segala sesuatu dan tidak terlepas dari ilmu-Nya, meskipun hanya sebesar biji sawi di langit maupun di bumi. Sesungguhnya Allah mengetahui seluruh makhluk-Nya sebelum menciptakan mereka, mengetahui rizkinya, ajalnya, perkataannya, dan seluruh gerak-geriknya, serta seluruh rahasia-rahasia dari yang paling rahasia, dan yang ghoib maupun yang nyata. 

"Dia-lah Allah yang tiada Ilah selain Dia, yang mengetahui yang ghoib dan yang nyata." (Q.S. Al-Hasyr: 22)

2. Beriman kepada kitab-Nya, bahwa sesungguhnya Allah telah menulis seluruh kejadian sebelumnya karena ilmu-Nya. Ini juga mengandung beriman kepada luh (sebab dan qalam). 

"Dan segala sesuatu Kami kumpulkan dalam Kitab Induk yang nyata (Lauhul Mahfudz)." (Q.S. Yasiin: 12)

3. Beriman kepada Qadha' dan Qadar Allah karena keduanya mencakup dari segala arah apa yang sudah terjadi atau yang akan terjadi, dan apa yang dikehendaki maka akan terjadi, apa yang tidak dikehendaki tidak akan terjadi atas qadha' dan qadar Allah. 
"Sesungguhnya perintah-Nya apabila Dia menghendaki sesuatu hanyalah berkata kepadanya: "Jadilah!" Maka terjadilah ia." (Q.S. Yasiin: 82)

"Dan janganlah sekali-kali kamu mengatakan terhadap sesuatu :"Sesungguhnya aku akan mengerjakan itu besok," kecuali (dengan) menyebut: "Insya allah"(kalau Allah menghendaki/mengijinkan)." (Q.S. Al-Kahfi: 23)

4. Beriman kepada Allah SWT sebagai pencipta segala sesuatu. Sesungguhnya tiada sesuatu sekecil apapun di bumi dan di langit atau di antara keduanya kecuali allah Penciptanya, Pencipta gerak-geriknya dan tempat tinggalnya. Maha Suci Allah tiada pencipta selain-Nya dan tidak ada Rabb selain Dia. Tidaklah setitik debu yang kelihatan terbang tertiup angin, kecuali dalam penghlihatan dan jangkauan allah serta Dia-lah yang menggerakkan dan menerbangkannya. 

"Allah menciptakan segala sesuatu dan Dia memelihara segala sesuatu." (Q.S. Az-Zumar): 62)

Beriman kepada Taqdir ada lima tingkatan, yaitu:
1. Taqdir pertama: Taqdir Azali, yaitu telah tertulis semua jenis taqdir 50.000 tahun sebelum diciptakannya langit dan bumi, yakni ketika Allah menciptakan Al-Qalam (pena).
"Tiada suatu bencanapun yang menimpa di bumi dan (tidak pula) pada dirimu sendiri melainkan telah tertulis dalam kitab (Lauhul Mahfudz) sebelum Kami menciptakannya. Sesungguhnya yang demikian itu adalah mudah bagi Allah." (Q. S. Al-Hadid: 22)
Sabda Nabi SAW:

"Allah telah menulis taqdir makhluk-makhluk-Nya lima puluh ribu tahun sebelum menciptakan langit dan bumi, beliau berkata: dan Arsy-Nya berada di atas air." HR. Bukhari)

"Sesungguhnya yang pertama kali diciptakan Allah adalahAl-Qalam (pena), lalu diperintahkan kepadanya: "Tulislah!" Ia (pena) menjawab: "Apa yang harus aku tulis?" Allah berfirman: "Tulislah taqdir atas segala sesuatu hingga datang hari kiamat." (HR. Abu Daud, Tirmizi dan Ahmad).

2. Taqdir kedua: Taqdir Al-'Umri, yaitu pada saat ruh-ruh diambil sumpahnya. Firman Allah: "Bukankah Aku Rabbmu? Mereka menjawab: Betul (Engkau Rabb kami)." (Q.S. Al-A'raf: 172) 

Diriwayatkan oleh Ishaq bin Rahawai bahwa seorang laki-laki bertanya: Ya Rasulullah, apakah amalan-amalan itu akan dinilai atau telah ditentukan? Beliau menjawab:

"Sesungguhnya AllahTa'ala ketika mengeluarkan anak-anak cucu adam dari sulbinya, Allah mengambil kesaksian atas diri mereka kemudian mereka menyerahkan diri mereka kepada kekuasaan tangan-Nya, lalu Allah berfirman: "Mereka itulah penghuni-penghuni jannah dan mereka adalah penghuni-penghuni neraka." Mereka para penghuni jannah akan dimudahkan amalan penghuni jannah dan mereka para penghuni neraka akan dimudahkan juga melakukan amalan penghuni neraka."

3. Taqdir ketiga: Taqdir 'Umri juga, yaitu pada saat ruh ditiupkan kepada janin di dalam rahim. 

"Dan Dia lebih tahu (tentang keadaanmu) ketika Dia menjadikan kamu dari tanah dan kamu masih berbentuk janin dalam rahim ibumu." (Q.S. An-Najm: 32)

Sabda Nabi SAW:
"Sesungguhnya kamu diciptakan dalam perut ibunya selama 40 hari dari setetes mani, lalu menjadi segumpal darah, lalu menjadi segumpal daging juga selama 40 hari, kemudian diutus malaikat untuk meniupkan ruh kepadanya dan diperintahkan dalam empat kalimat: Ditentukan rizkinya, ajalnya, amalnya, dan hidupnya, apakah ia akan bahagia atau celaka. Demi dia yang tidak ada Ilah kecuali Dia, sesungguhnya di antara mereka sungguh akan beramal amalan penghuni jannah sehingga tinggal satu dzira' (sehasta) jarak antara dia dan jannah, tetapi sudah tertulis ketentuannya, maka ia akan beramal amalan neraka lalu dia dimasukkan ke neraka. Jika salah seorang di antara kamu sungguh akan melakukan amalan neraka, tetapi sudah didahului (tertulis) ketentuannya, maka dia akan mengerjakan amalan penghuni jannah, maka ia akan dimasukkan ke dalam jannah."

4. Taqdir keempat: Taqdir Al-Hauli, yaitu pada saat malam Lailatur Qadar.
"Pada hari itu dijelaskan segala urusan yang penuh hikmah, (yaitu) urusan yang besar dari sisi Kami, sesungguhnya Kami adalah Yang mengutus Rasul-rasul." (Q.S. Ad-Dukhan: 4-5)

Ibnu Abbas ra. berkata: "Ditulis dari Umul Kitab pada malam Lailatul Qadar apa yang terjadi pada Sunnah yaitu mati, hidup, rizki, hujan, dan para orang haji."

5. Taqdir kelima: Taqdir Yaumi, yaitu ketentuan yang berlaku sehari-hari, yakni semua itu berlaku sesuai dengan tempat dan kedudukannya.
"Setiap waktu Dia dalam kesibukan." (Q.S. Ar-Rahman: 29)

Dalam kitab Shahih Al-Hakim, Ibnu Abbas ra. berkata: "Sesungguhnya Allah SWT menciptakan Lauhul Mahfudz dari mutiara-mutiara putih yang pinggirnya dari yaqut yang merah dan bercahaya, Kitab-Nya adalah nur, Dia melihat di dalamnya setiap 360 lihatan atau sekali (melihat) dan dalam sekali lihatan dari menciptakan, memberi rizki, menghidupkan, mematikan, memuliakan, dan merendahkan, serta melaksanakan segala sesuatu yang dikehendaki. Hal itu sebagaimana firman-Nya: "Setiap waktu Dia dalam kesibukan."

Sebagian para sahabat bertanya: "Apakah kita tidak cukup hanya bertawakal atas ketentuan kita dan tidak perlu beramal?" Nabi menjawab: "Tidak demikian, akan tetapi kerjakanlah karena semua itu adalah mudah bagimu." Lalu beliau membaca ayat: "Adapun orang-orang yang memberikan (hartanya di jalan Allah) dan bertaqwa..." (Q.S. Al-Lail: 5)

Ada seorang dari sahabat Nabi SAW ketika mendengar hadits tentang taqdir, kemudian ia berkata: "Saya akan bersungguh-sungguh sekarang." Maka Nabi SAW bersabda:

"Peliharalah apa-apa yang memberi manfaat bagimu dan mintalah pertolongan kepada Allah dan jangan putus asa karenanya." (HR. Muslim dan Ahmad)

Dan Rasulullah SAW bersabda ketika dikatakan padanya: "Bukankah Engkau tahu kami berobat dengannya dan ruqiyah kami meminta kepadanya, apakah bisa menolak takdir?" Sabda beliau: "Semuanya adalah takdir Allah." (HR. Tirmizi)

Sesungguhnya Allah SWT mentakdirkan kebaikan dan keburukan dan sebab-sebab di antara keduanya. Dia-lah yang telah menentukan taqdir-taqdir dan mengatur sebab-sebabnya.
Wallohua'lam.